Menuju konten utama

Saksi Fakta Sidang Ahok Ungkapkan Kecurangan Pilkada Babel

Saksi fakta yang dihadirkan tim kuasa hukum Ahok dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama yakni mantan Ketua Panwas Pilkada Bangka Belitung (Babel) Juhri membeberkan kecurangan-kecurangan yang terjadi saat Pilkada Babel 20017.

Saksi Fakta Sidang Ahok Ungkapkan Kecurangan Pilkada Babel
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (14/3). Persidangan ke-empatbelas tersebut memasuki agenda pembuktian dengan saksi fakta yang dihadirkan tiga orang saksi dari pihak pihak kuasa hukum. ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc/17.

tirto.id - Mantan Ketua Panwas Belitung Timur Juhri sebagai saksi fakta yang dihadirkan tim kuasa hukum Ahok dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama, membeberkan kecurangan-kecurangan yang terjadi saat Pilkada Bangka Belitung (Babel) 2007.

Saksi pertama dalam sidang ke-14 kasus penistaan agama oleh gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama memberikan keterangan bahwa ada selebaran berisi ayat Alquran yang dipakai untuk menolak pemimpin kafir dalam Pilkada Bangka Belitung 2007.

“Di malam hari H, saya temukan itu ada di rumah penduduk dan di jalan-jalan juga (selebaran berisi imbauan untuk memilih pemimpin Muslim),” kata Juhri seusai persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (14/3/2017).

Juhri mengungkapkan banyak beredar selebaran berisi ayat Alquran, terutama yang berisikan surat Al-Maidah 51 tersebar di masjid, jalanan, bahkan rumah-rumah warga. Juhri yang waktu itu bekerja sebagai Ketua Panwaslu memang sempat melakukan pembersihan kampanye.

Sebelumnya, di dalam persidangan, pihak Jaksa Penuntut Umum menanyakan kejelasan tentang aturan kampanye yang memang dilarang pada tahun 2007 tersebut. Menurut Juhri, aturan yang dipakai adalah UU Nomor 32 tahun 2004 dan dilarang untuk menggunakan ayat-ayat agama dalam mendiskreditkan seseorang.

“Sepengetahuan saudara kampanye yg dilarang dalam UU itu menggunakan agama atau yg menghina?” tanya salah seorang anggota JPU.

“Menggunakan agama untuk menghina,” balasnya langsung.

Juhri berpendapat bahwa menggunakan agama dan ayat Alquran merupakan hal yang lumrah, tetapi apabila ayat tersebut disampaikan dalam batas yang tidak bisa terima, pihak Panwaslu tentu akan memberi catatan. Namun, selebaran ini muncul dalam rangka Pilkada, karena itu Juhri berasumsi hal ini untuk kepentingan Pilkada dan merupakan pelanggaran.

“Sifatnya adalah untuk menyerang orang lain dalam suku, agama, dan ras,” tegas Juhri.

Atas dasar selebaran yang pernah tersebar pada Pilkada BaBel tahun 2007 inilah, Juhri menganggap bahwa apa yang diutarakan Ahok di Kepulauan Seribu adalah berdasar pengalaman pribadinya yang serupa. Tidak ada secuil pun niat dari Ahok untuk menghina Alquran ataupun para ulama.

“Pada saat pencalonan Pak Ahok dalam Pilkada di Babel, Pak Ahok pernah diskreditkan oleh buletin yang isinya ayat-ayat Alquran, salah satunya ayat 51,” pungkasnya.

Meski begitu, Juhri tidak mengatakan bahwa selebaran itu khusus untuk menentang Ahok. Menurutnya, apabila ada kandidat nonmuslim yang mencalonkan diri pada Pilkada, memang seringkali ada selebaran berisi ayat-ayat Alquran yang disebarkan kepada masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung,

Seusai persidangan, Juhri pun memamerkan bukti yang ia bawa berupa selebaran yang kala 2007 itu tersebar di Kepulauan Bangka Belitung.

Selain Juhri, masih ada empat saksi yang dijadwalkan hadir dalam sidang ke-14 , yakni ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej, Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bangka Belitung Ferry Lukmantara, Suyanto sopir yang berasal dari Belitung Timur, dan Fajrun teman Sekolah Dasar (SD) Ahok yang juga berasal dari Belitung Timur.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri