tirto.id - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa kali memperingati saksi dari tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam sidang sengketa perselisihan hasil pilpres, Rabu pagi hingga Kamis (19-20/6/2019) subuh. Sebabnya adalah mereka memberikan pernyataan-pernyataan di luar wewenang.
Teguran diberikan kepada Agus Muhammad Maksum, memperkenalkan diri sebagai tim IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) khusus riset tentang Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan tinggal di Sidoarjo. Apa yang dikatakan Maksum cenderung interpretasi atas dugaan tertentu, misalnya ketika dia bicara soal DPT 'manipulatif' dan 'siluman'.
"Kepada saksi, ya, jawab apa yang ditanya hakim. Jangan diberi penjelasan ujung pertanyaan itu. Jadi begitu Anda memberi penjelasan seolah Anda jadi menginterpretasi data yang ada itu," kata hakim Saldi Isra.
"Jangan ditanya A, sampai Z penguraiannya. Enggak boleh begitu," tambahnya, menegaskan.
Protes serupa disampaikan ketua tim hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin untuk sengketa pilpres, Yusril Ihza Mahendra. Menurutnya saksi Agus Muhammad Maksum juga memberikan keterangan selayaknya ahli karena telah menginterpretasikan temuan tertentu.
"Saksi tidak boleh menganalisis dan tidak boleh menilai, bahwa ini manipulasi, ini KTP palsu, jadi menurut saya begini itu ahli," kata Yusril.
Dalam kesaksiannya, Agus Maksum mengaku menemukan 17,5 juta data pemilih mencurigakan. Menurutnya ada jumlah KTP kelahiran tanggal 1 Juli mencapai 9,8 juta, pemilih kelahiran 31 Desember sebanyak 5,3 juta, serta pemilih 1 Januari sekitar 2,3 juta--yang secara statistik aneh. Kemudian, dia juga menemukan pemilih di bawah umur sekitar 20 ribu orang serta pemilih lansia hingga 300 ribu.
Agus pun menyebut ada 117.333 KK manipulatif dalam Pemilu 2019. Keterangan tersebut diperoleh setelah kubu 02 melakukan pengecekan ke empat daerah, yakni Banyuwangi, Majalengka, Magelang, dan Bogor.
Teguran juga diberikan kepada Hermansyah, konsultan IT. Dia awalnya menerangkan soal kelemahan sistem pelaporan Sistem Informasi Penghitungan Suara Komisi Pemilihan Umum (Situng KPU). Ia mengaku menemukan 73 ribu kesalahan input.
"Saya menyimpulkan satu kelemahan yang paling mendasar adalah bagaimana melakukan input di Situng," ujar Hermansyah.
Keterangan ini diprotes hakim Arif Hidayat. Arif bilang, keterangan Hermansyah melenceng dari kapasitasnya sebagai saksi fakta. Arif menjelaskan seharusnya saksi fakta hanya menerangkan apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan sendiri.
"Ini ada bau-bau ahli," kata Arief.
Perbedaan Saksi dan Ahli
Pakar hukum Universitas Trisaksi Abdul Ficar Hadjar menjelaskan saksi adalah orang yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri suatu kejadian dalam konteks perkara. Hal itu tertuang di dalam Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Redaksionalnya tertulis begini: "saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri."
Sedangkan ahli adalah orang yang memberikan keterangan dalam suatu perkara berdasarkan keahlian atau pengetahuannya. Contohnya, keterangan ahli forensik soal kondisi mayat yang diduga korban pembunuhan.
Dalam Pasal 1 angka 28 KUHP disebutkan: "keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan."
Baik keterangan saksi maupun keterangan ahli, kata Ficar, dapat digunakan hakim sebagai pertimbangan untuk memutuskan suatu perkara.
Berdasarkan definisi tersebut, Ficar menjelaskan, jika seorang saksi memberikan pendapat atas suatu kejadian tertentu selayaknya ahli, maka hakim akan menolak dan tidak mempertimbangkan keterangan tersebut. Inilah yang terjadi kepada beberapa saksi dari tim hukum Prabowo-Sandiaga--ada 14 orang yang mereka hadirkan. Sementara ahli yang didatangkan tim hukum dua orang.
"Yang dipertimbangkan hanya apa yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri. Pendapat hanya diberikan oleh ahli berdasarkan keahliannya," katan Ficar saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (19/6/2019).
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino