tirto.id - Sudah 10 tahun, AKP Achmad Riedwan Prevoost harus merelakan tidak berkumpul bersama keluarganya saat libur lebaran Idulfitri. Momen kumpul bersama anak, istri, hingga keluarga besar di momen lebaran terpaksa absen lantaran menjalankan tugasnya sebagai seorang angota kepolisian.
Baginya, ini semua sudah seharusnya dilakukan sebagai kewajiban dan tanggung jawab sejak resmi menjadi bagian dari Korps Bhayangkara.
"Dari mulai tugas, kira-kira 10 tahun lalu si belum pernah ya lebaran sama keluarga, karena kan memang sudah tugas kalau lebaran ada Operasi Ketupat yang harus kami (anggota Polri) di lapangan," kata Riedwan saat bercerita kepada reporter Tirto di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta, Senin (1/4/2024).
Riedwan adalah salah satu anggota dari Satgas Humas Operasi Ketupat 2024. Pada tahun ini, ia ditugaskan di wilayah Jawa Tengah selama 13 hari, berkeliling dari satu posko ke posko lainnya yang ada di wilayah tersebut.
Kangen, sudah pasti. Apalagi, Riedwan yang berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan itu harus terpisah jarak yang jauh dengan keluarganya. Berkirim pesan atau video call dengan keluarga jadi cara mengobati rasa kangen itu. Sudah risiko, katanya, harus lebaran tapi jauh dari keluarga apalagi sambil bekerja.
"Dan memang sudah risiko dari tugas anggota Polri harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan golongan dibanding kepentingan pribadi. Sudah risiko juga kalau nikah sama anggota Polri harus siap waktu yang diberikan lebih banyak kepada institusi dan layanan kami," tutur Riedwan.
Istri, anak, dan keluarganya, kata Riedwan memaklumi tugas yang diembannya itu. Mau protes tentu tidak bisa, karena sudah menjadi keputusan memilih profesi menjadi seorang polisi, yang katanya melindungi dan mengayomi masyarakat.
Namun, diakui Ridwan sebagai perantau, ada keuntungan juga tak perlu mengeluarkan banyak uang untuk bisa pulang berkumpul bersama keluarganya, karena harga tiket pesawat yang lebih murah. Biasanya, setiap anggota Polri mendapatkan jatah pengganti libur lebaran selama satu pekan usai Operasi Ketupat berakhir. Momen ini lah yang akan dimanfaatkan Riedwan untuk melepas rasa rindunya.
"Ya ada untungnya juga karena kan harga tiket sudah turun, jadi lebih murah naik pesawatnya. Ngga akan kehilangan momen kok, karena momen itu kita yang buat," ungkapnya.
Sebanyak 155.165 personel kepolisian diterjunkan untuk memberikan pelayanan dan pengamanan maksimal selama berlangsungnya arus mudik-balik lebaran. Mereka akan disiagakan di 5.784 pos, yang terdiri dari 3.722 pos pengamanan, 1.532 pos pelayanan, dan 480 pos terpadu.
Riedwan pun menjadi satu dari 155.165 personel kepolisian tersebut yang harus merelakan momen kumpul bersama keluarga saat lebaran, demi menjalani tugasnya sebagai anggota kepolisian.
Selain Riedwan, ada juga Iptu Annisa Fitri Maharani, seorang dokter yang menjadi bagian dari tim Kedokteran dan Kesehatan (Dokkes) Polresta Bandung, Jawa Barat. Hari lebaran justru menjadi momentum bekerja lebih keras baginya. Sebagai tim medis, dia harus mengelilingi semua pos di wilayah Polres Bandung untuk melakukan pelayanan kepada anggota polisi hingga masyarakat di pos yang didirikan.
Padahal, lebaran tahun ini menjadi spesial baginya karena dikaruniai anak pertama guna melengkapi keluarga kecilnya. Namun, Anisa tetap harus mengabdikan dirinya untuk negara saat orang lain bersuka cita menyambut Idulfitri. Semua dinikmatinya dengan ikhlas, kata Anisa.
Tidak pernah ada keluhan dari keluarganya karena kakak dan suaminya pun bagian dari aparat yang harus menjalankan tugas. Suaminya, merupakan anggota TNI yang Tengah bertugas di Papua, sementara kakaknya sama seperti Anisa, seorang polisi wanita (polwan) yang bertugas di Sidoarjo, Jawa Timur.
Meski begitu, dua tahun dirinya menjadi anggota Korps Bhayangkara ini menjadikan tugas saat lebaran sebagai kontribusi nyata bagi negeri yang cukup membanggakan.
"Dinikmati aja si karena kan memang sudah sumpah anggota Polri sejak awal, jadi ya enggak apa-apa. Kebetulan memang kalau lebaran kumpul keluarganya diundur karena kan kakak saya juga Polwan di Sidoarjo, jadi nanti setelah Operasi Ketupat ya baru kumpul keluarga," ujar Anisa saat dihubungi Tirto melalui sambungan telepon, Senin (1/4/2024).
Sama seperti Riedwan, video call menjadi caranya tetap bersilaturahmi dengan keluarganya, baik dengan suaminya yang bertugas di Papua maupun dengan keluarga besarnya.
Diakui Anisa, tugas saat momen operasi kemanusiaan pengamanan lebaran memang menjadikan jajarannya harus bekerja dengan waktu yang sangat panjang. Pagi, siang, sore hingga tengah malam, harus dihabiskan untuk memastikan semua persoalan medis tertangani.
Peristiwa kecelakaan menjadi tantangan bagi tim Dokkes Polri selama Operasi Ketupat berlangsung. Dengan arus mudik yang akan dilewati ratusan juta orang tahun ini, kesiapsiagaan tim Dokkes harus benar-benar dipastikan.
"Ya kalau sedih pasti sedih, tapi nanti dapat pengganti libur. Rencananya juga mau berkunjung ke kakak di Sidoarjo. Positif thinking-nya jadi enggak macet kalau perjalanan setelah lebaran," ucap Anisa.
Peran tenaga medis memang sangat krusial di momen pergerakan manusia yang terjadi begitu besar. Semua rumah sakit harus bersiaga apabila ada peristiwa besar yang mengharuskan penanganan darurat.
Bukan hanya posko pelayanan terpadu di titik-titik tertentu semata yang harus sigap, tetapi juga tenaga medis di rumah sakit dalam kota, khususnya milik pemerintah daerah. Sudah menjadi sebuah keharusan pelayanan medis diberikan kepada masyarakat secara cepat, apalagi jika kondisinya genting.
Moko, seorang perawat di RSUD milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menceritakan pengalamannya selama hampir 10 tahun berprofesi sebagai tenaga Kesehatan. Pertanyaan ‘kapan bisa kumpul lebaran’ dari orang tua dan mertuanya menjadi hal yang rutin ditanyakan.
Bagaimana tidak, selama 10 tahun dia berdinas sebagai perawat, tak pernah sekali pun ikut bersukacita merayakan malam takbiran hingga absen berkumpul bersama keluarga pada hari pertama dan kedua lebaran.
Berbeda dari kebijakan bagi anggota Polri, pemerintah setempat dan rumah sakitnya tidak memberlakukan jatah libur pengganti. Ini lah yang membuat Moko sedih dan harus menyiapkan hatinya saat orang tua dan mertuanya mencecar dirinya agar bisa libur saat lebaran.
"Ya kalau ditanya mah dari orang tua sama mertua, katanya masa iya enggak pernah dikasih libur lebaran? Saya jawabnya becanda aja buat ngumpetin rasa terharu, saya jawab 'ya gimana, abis tanggalannyaitem semua, enggak ada yang merah'" cerita Moko kepada Tirto, melalui sambungan telepon, Selasa (2/4/2024).
Sedih memang, kata Moko. Saat takbir berkumandang sejak pagi hingga salat Ied baru saja usai, Moko justru harus bergegas menuju rumah sakit tempatnya bertugas.
Meski istri dan anaknya tidak pernah protes, ujar Moko, dia pun sadar mereka hanya menyembunyikan kesedihannya. Dia yakin, istri dan anaknya sangat ingin merayakan lebaran dengan keluarga yang komplit.
Di sisi lain, Moko meyakini bahwa tugasnya ini adalah sebuah ibadah yang sudah dijalaninya dengan ikhlas. Bahkan, dia memandang ini adalah salah satu tiket menuju surga dengan melayani masyarakat, meski tak bisa berlebaran.
Bagi Moko, kesehatan pasien memang menjadi yang utama sebagaimana sumpah jabatannya sebagai pelayan kesehatan. Dia pun mengaku jatah giliran libur lebaran yang sudah ditetapkan bisa menjadi bayaran seharusnya.
"Saya dapat jatah libur selama lebaran nanti, 2025," tutup Moko.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Bayu Septianto