Menuju konten utama

Review Note9: Spek Mewah, Tenaga Super, Tapi Nyaris Tak Ada Beda

Note9 merupakan seri terbaru Note bikinan Samsung.

Review Note9: Spek Mewah, Tenaga Super, Tapi Nyaris Tak Ada Beda
Samsung Galaxy Note9. FOTO/Dok. Samsung

tirto.id - Pada awal Agustus, Samsung meluncurkan seri terbaru Note, Samsung Galaxy Note9. Ia merupakan generasi terbaru dari ponsel berteknologi premium dari pabrikan asal Korea Selatan tersebut.

DJ Koh, presiden divisi selular Samsung, mengatakan, “seri Note selalu jadi ajang pertunjukan diri Samsung atas teknologi premium.” Note9, katanya, "merupakan ponsel yang dapat diandalkan untuk mendukung kehidupan super sibuk".

Secara sederhana, Koh ingin mengatakan bahwa Note9 merupakan ponsel segala bisa, yang bisa diandalkan untuk segala urusan. Menilik spesifikasi, tak ada yang salah dengan ucapan Koh. Note9 menggunakan System-on-Chip (SoC) Exynos 9810, SoC paling mumpuni yang dimiliki Samsung. Di beberapa negara, Note9 hadir dengan pilihan SoC Qualcomm Snapdragon 845, chip berkelas paling atas yang dimiliki Qualcomm saat ini.

Lantas, otak yang super itu dibalut dengan RAM berukuran antara 6 GB atau 8 GB. Ada pula media penyimpanan yang bisa dipaksa hingga 1 TB (gabungan antara 512 GB memori internal dan 512 memori eksternal). Jeroan super tersebut dibalut dengan layar 6,4 inci Super AMOLED yang memiliki rasio screen-to-body mendapat 83,4 persen. Melihat spesifikasi kunci tersebut, ditambah dengan hadirnya S Pen, stylus yang bisa digunakan untuk menavigasi dan pilihan input ponsel, menjadikan Note9 merupakan ponsel yang nyaris sempurna.

Tapi, apakah Note9 benar-benar sempurna?

Note merupakan seri premium dari Samsung. Teknologi atau fitur yang benar-benar baru di dunia ponsel, umum hadir pertama kali di seri ini. Tujuh tahun lampau misalnya. Note merupakan ponsel yang mempopulerkan konsep “plus-size phone” atau ponsel berukuran bongsor. Meski sempat dicibir, ukuran bongsor ternyata sukses. Apple mengekor dengan melahirkan varian “Plus” pada beberapa lini iPhone. Pada 2014, Note jadi yang pertama berkonsep “curved screen” atau ponsel berlayar mluber. Ponsel masa kini, yang mengusung konsep full-display, banyak yang mengikutinya.

Meski berstatus premium, Note bukan tanpa cela. Pada seri Note7, serangkaian kejadian ledakan pada ponsel itu membuat muka Samsung memerah. Note7 merupakan kisah kelam dari pijakan sejarah Samsung.

Tahun ini, meski tak benar-benar baru, Samsung menghadirkan varian S Pen terbaru sebagai inovasi andalan mereka. S Pen berteknologi “bluetooth-enable” merupakan inovasi itu. Dengan S Pen varian baru ini, pengguna Note bisa mengoperasikan beberapa fungsi ponsel dari jarak hingga 9 meter. Untuk mengklik tombol “shutter” pada fungsi kamera atau “next” pada fungsi presentasi.

Tak banyak ponsel selain seri Note yang memiliki stylus tersendiri. S Pen, secara sederhana, merupakan salah satu pembeda ikonik Note dengan ponsel-ponsel lain di pasaran, termasuk dari berbagai jenis ponsel keluaran Samsung lainnya.

Sebagai fitur ikonik, saya mencoba menggunakan Note9 beserta S Pen-nya tersebut sebagai perangkat menggambar digital, menggantikan kertas+pensil atau laptop+wacom. Saya tak asal menggunakan Note9 sebagai media gambar digital, selain menggambar digital merupakan hobi pribadi, popularitas menggambar digital dalam konteks dunia kreatif digital sedang mengalami peningkatan. Salah satu pijakan yang pas untuk melihat semakin menguatnya dunia kreatif digital adalah apa yang terjadi melalui aplikasi Webtoon.

JunKoo Kim, pembuat aplikasi Webtoon mengungkapkan dalam sebuah wawancara dengan Comic Bastards bahwa aplikasi tersebut sangat populer di Korea Selatan. Ia mengklaim, terdapat 6,2 juta pengguna aktif harian Webtoon. Rata-rata, Webtoon membukukan 17 juta pengguna aktif bulanan. Dalam 10 tahun terakhir, Webtoon telah dibaca sebanyak 29 miliar kali atas konten-konten yang ada di dalamnya.

Booming Webtoon dan dunia menggambar digital merembet ke segala aspek yang membentuknya. Salah satunya ialah Wacom, perusahaan pembuat stylus bagi komputer. Pada tahun 2015, Wacom memperoleh pendapatan hingga 74,56 miliar Yen. Dengan semakin populernya dunia kreatif digital, Wacom menargetkan untuk memperoleh laba bersih hingga 120 miliar Yen pada tahun 2019.

Mencoba menggunakan Note9 sebagai perangkat menggambar digital, saya memasang aplikasi pendukung. Dua pilihan saya, Adobe Illustrator Draw dan Adobe Photoshop Sketch. Sebagai ponsel berkekuatan premium, tak ada kesulitan bagi saya memasang dua aplikasi menggambar itu pada Note9. Pilihan memasang kedua aplikasi bikinan Adobe saya lakukan karena dua aplikasi tersebut mendukung sinkronisasi dengan akun Creative Cloud. Memudahkan saya apabila hendak melanjutkan hasil gambar dari Note9 di komputer atau notebook.

Meski berspesifikasi premium, apakah dua aplikasi tersebut “mulus” dijalankan?

Menggambar menggunakan Note9 dan S Pen-nya dengan kedua aplikasi tersebut terasa bagai menggambar menggunakan kertas dan pensil. Mulus. Terlebih, Note9 beserta S Pen mendukung teknologi 3D Touch. Kuat-ringannya goresan S Pen pada Note9 menentukan tebal-tipis goresan yang dihasilkan di Illustrator Draw atau Photoshop Sketch.

Sayangnya, kenikmatan menggambar sirna apabila saya mengaktifkan “Image Layer” pada Illustrator Draw atau Photoshop Sketch. Sebagai catatan, “Image Layer” merupakan fitur di kedua aplikasi buatan Adobe itu yang memungkinkan gambar eksternal disisipkan pada kanvas digital. Umumnya, “Image Layer” digunakan untuk melakukan tracing gambar. Goresan S Pen pada “Image Layer” terasa berat. Jika saya menggores di kanvas dari titik A ke B, hasil akan nampak selang beberapa detik kemudian.

Ini membuat saya jengkel. Note9 dan S Pen-nya tak bisa diandalkan untuk melakukan tracing.

Infografik Samsung Galaxy Note9

Sebagai ponsel berkonsep “layar mluber” Note9 sangat baik untuk proses menggambar digital. Pehobi maupun seniman seakan-akan memiliki kanvas yang lebar. Yang tidak terhalangi apapun. Sayangnya, Note9 memiliki fitur “Apps Edge.” Fitur shortcut pop-up dari sisi kanan layar. Ketika menggambar, saya sering secara tak sengaja masuk ke area “Apps Edge.” Menjadikan beberapa shortcut aplikasi keluar dengan sendirinya.

Meski bisa dinonaktifkan, “Apps Edge” mengganggu.

Selain Apps Edge, Note memiliki fitur “Air Command Floating Icon.” Ikon yang akan muncul apabila ponsel mendeteksi S Pen dikeluarkan. Sebagaimana kasus “Apps Edge,” “Air Command Floating Icon” sering tak sengaja terpencet ketika proses menggambar saya lakukan.

S Pen, si ikonik Note, merupakan perangkat input yang hebat. Sayangnya, bagaikan Ultraman yang sedang beraksi, S Pen memiliki batasan waktu. Tak sampai satu jam menggambar, ponsel mengeluarkan peringatan bahwa S Pen akan kehabisan daya. Menjadikan pengalaman menggunakan S Pen untuk menggambar serasa menggunakan pensil yang patah di tengah-tengah goresan.

Klaim Samsung sendiri, daya A Pen akan penuh apabila dikembalikan ke tempatnya dalam waktu 40 detik. Meskipun sebentar, ini mengganggu.

Secara menyeluruh, dalam konteks menggambar digital, Note9 hanya pantas digunakan dalam momen-momen spontanitas. Mirip seperti penggunaan kertas+pensil. Menggambar ketika ide baru saja muncul, yang sayang dikesampingkan jika menunggu menghidupkan komputer+wacom.

Meski bertenaga super, Note9 sesungguhnya tak ada beda terlalu signifikan dibandingkan versi terdahulu, Note8. Tak ada urgensi bagi pengguna-pengguna Note sebelumnya untuk berganti ke Note9, apalagi bagi para pengguna baru, yang hendak menjadikan Note9 sebagai media alternatif menggambar digital.

Baca juga artikel terkait SAMSUNG NOTE9 atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti

Artikel Terkait