tirto.id - Pembangunan proyek 17 pulau reklamasi di pantai utara Jakarta memberikan dampak buruk pada nelayan yang sehari-hari melaut disekitar lokasi pembangunan proyek.
Kasirin (60) seorang nelayan yang telah mencari ikan di Teluk Jakarta sejak tahun 1970-an, mengaku sangat merasakan dampak negatif reklamasi, terutama dari sisi berkurangnya tangkapan dan pendapatan.
"Dulu sekali melaut bisa dapat dua ton ikan tembang atau ikan kembung,” ujarnya.
Namun pasca pembangunan proyek reklamasi, Yasirin yang ditemui di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara pada Selasa (12/4/2016) mengaku mengalami penurunan hasil tangkapan.
“Sekarang hanya dapat sekitar 80 kilogram sampai satu kuintal," ujar Kasirin.
Sementara dari sisi penghasilan, sebelum pelaksanaan reklamasi ia dan rekan-rekannya mampu menjual ikan mulai Rp25 hingga Rp50 juta untuk satu perahu, kini mereka hanya mengantongi sekitar Rp4 hingga Rp5 juta.
Karena pendapatan yang terus berkurang, kata dia, maka beberapa anak buah kapal mulai berpikir untuk pulang ke kampung halaman mereka masing-masing.
"Anak-anak ini sudah ingin pulang, mereka sebagian besar berasal dari Brebes," ungkap Kasirin.
"Apalagi ini tiga hari belum ada penghasilan. Uang yang didapat dari hasil menjual ikan dipakai untuk makan dan membeli solar, jadi ABK belum dapat uang," lanjutnya dengan prihatin.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan tetap melangsungkan proyek pembangunan reklamasi karena payung hukumnya sudah tersedia.
"Karena payung hukumnya memang sudah ada. Berarti, reklamasi bisa terus berjalan," kata pria yang akrab dipanggil Ahok itu.
Menurut dia, payung hukum reklamasi 17 pulau tersebut telah tercantum di dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang (RTRW) Pantai Utara Jakarta. (ANT)