tirto.id - Persib Bandung mengambil keputusan penting saat Liga 1 2019 akan bergulir. Pada Jumat (3/5/2019) pagi, melalui situs resmi klub, Maung Bandung mengumumkan bahwa mereka telah memutuskan kerja sama dengan pelatih Miljan Radović.
Sebagai gantinya, digaetlah salah satu pelatih asing yang punya reputasi besar di jagat sepakbola Indonesia: Robert René Alberts.
"Berat bagi kami untuk mengumumkan hal ini mengingat Liga 1 2019 akan segera bergulir. Namun, demi kepentingan bersama dan karier Miljan Radović--yang akan menjalani kursus kepelatihan UEFA Pro--kami mengambil keputusan ini sebagai jalan terbaik," tulis Persib.
Mengganti Radović dengan alasan yang bersangkutan akan kursus tentu hanya satu alasan. Alasan lain yang bisa jadi lebih determinan dari itu adalah, pelatih asal Montenegro ini gagal mengangkat performa tim.
Mulai menangani Persib pada 12 Desember tahun lalu, Radović berkesempatan unjuk kebolehan dalam gelaran Piala Presiden 2019. Sayangnya, Persib babak belur dalam turnamen itu. Maung Bandung hanya mentok di babak penyisahan grup.
Meski bertindak sebagai tuan Grup A, mereka hanya sekali menang dan mengalami dua kali kekalahan. Mereka harus puas finis di peringkat ketiga.
Setelahnya penampilan Persib tak kunjung membaik. Dalam pertandingan babak perempat final Piala Indonesia, mereka juga kalah 1-2 dari Borneo FC.
Dengan latar belakang ini, René Alberts barangkali merupakan pilihan paling tepat bagi Maung Bandung yang ingin membangun ulang kekuatan.
Menyihir Lewat Arema
Setelah berpetualang di Singapura dan Malaysia, René Alberts, yang saat itu masih berusia 55 tahun, datang ke Kota Malang. Di tempat barunya itu ia ternyata menangani klub yang sedang melangkah ke belakang.
Arema Indonesia, klub baru René Alberts, sedang berada dalam keadaan yang kurang mengenakkan. Menjelang bergulirnya Indonesia Super League (ISL) musim 2009-2010, PT Bentoel, perusahaan lokal yang sudah menjadi pengelola Arema sejak 2003, memutuskan tak lagi mendukung keuangan klub secara penuh.
Meski demikian Arema tetap memilih mengikuti liga. Dengan dana terbatas--dan tentu saja berkat bantuan sang pelatih baru--Arema mampu membentuk tim hanya beberapa saat sebelum ISL 2009-2010 bergulir.
Dalam tim tersebut, René Alberts memilih mengkombinasikan pemain muda dan pemain senior berpengalaman seperti Pierre Njanka dan duet pilar timnas Singapura, Muhammad Ridhuan dan Noh Alam Shah.
Hal pertama yang dilakukan René Alberts adalah memilih asisten pelatih yang bisa menerjemahkan bahasanya--bahasa Inggris. Sosok Liestiadi kemudian diangkat menjadi asisten pelatih karena memenuhi kriteria.
Dengan adanya penerjemah, keinginan René Alberts ternyata dapat dimengerti para pemain dengan cepat.
Arema, yang sebagian besar dihuni pemain muda, lantas berhasil membalikkan prediksi banyak orang.
Semula tidak banyak penggemar sepakbola Indonesia yang mengenal Kurnia Meiga, Purwaka Yudi, Fachruddin, serta Ahmad Bustomi. Tapi karena beragam kejutan yang diperlihatkan Arema, nama pemain-pemain muda tersebut dengan cepat mencuat.
Kelak, beberapa di antara pilar Arema tersebut bahkan menjadi andalan timnas Indonesia.
Kejutan yang diperlihatkan René Alberts tentu tidak hanya mempromosikan pemain muda. Lewat tangan dinginnya, René Alberts juga berhasil membuat Arema tampil atraktif. Permainan mereka begitu cair dan sangat enak ditonton. Selain itu mereka juga berani bermain terbuka meski bermain tandang menghadapi tim-tim besar.
Kulminasi kejutan terjadi saat Arema mampu meraih gelar Liga Indonesia musim 2009-2010. Jika langkah mereka tidak digagalkan Sriwijaya FC pada babak final Piala Indonesia 2010, mereka bahkan bisa meraih double winner.
Pada tahun inilah nama René Alberts menjadi buah bibir di jagat sepakbola Indonesia.
Menawarkan Hal Unik
Setelah menangani Arema Indonesia, René Alberts lantas menjadi pelatih PSM Makassar pada musim 2010-2011. Namun karena adanya dualisme liga, ia kemudian menyeberang ke Malaysia menjadi pelatih Sarawak FA hingga 2015.
Untuk melanjutkan misi yang belum tuntas, René Alberts lantas kembali ke PSM Makassar pada tahun 2016.
Bersama PSM Makassar, kebijakan René Alberts tak banyak berubah. Ia masih senang mengkombinasikan para pemain muda dengan yang senior, sekaligus membuat timnya bermain atraktif. Sayangnya ia gagal. Pada Liga 1 musim 2017 PSM finis di peringkat ketiga, sedangkan setahun setelahnya finis di peringkat kedua.
Meski begitu, bukan berarti René Alberts tak mewariskan apa-apa ke tim. Salah satu yang paling diingat adalah kebijakannya saat PSM mesti bertanding di Bandung pada Piala Presiden 2017.
René Alberts memilih tak menginapkan para pemainnya. Dia memilih pulang-pergi dari Makassar ke Bandung, yang kira-kira berjarak 1300 kilometer.
Kepada PanditFooball, René Alberts menjelaskan alasan kebijakannya itu. Menurutnya, para pemain justru akan kelelahan jika menginap di Bandung. Setidaknya ada beberapa penyebab: dari mulai hotel dan makanan yang tidak sesuai standar hingga lapangan latihan yang, menurutnya, kurang bagus.
“Apa untungnya? Aku terbang dua jam untuk sampai ke Makassar. Di Makassar, kami berada di lingkungan kami sendiri, para pemain bisa bertemu dengan keluarganya, mereka bisa lebih merasakan latihan pra-musim,” katanya.
Warisan lain yang ditinggalkannya adalah soal kebiasaan menjajal seluruh pemain di turnamen pramusim, alih-alih menurunkan komposisi terbaik seperti tim-tim lain. Tujuannya pun jelas: ia ingin menemukan kekuatan dan kelemahan timnya, sehingga mampu tampil maksimal saat menjalani pertandingan liga.
Tak heran jika PSM tetap menjadi salah satu kekuatan utama di Liga 1 musim 2017 dan 2018. Dan Persib, tentu saja, ingin René Alberts melakukan hal yang sama.
Editor: Rio Apinino