tirto.id - Kedatangan KPU dan Bawaslu ke pelatihan calon saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin pada Februari 2019 dipermasalahkan kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Perkara ini mencuat dalam sidang perselisihan hasil pilpres di MK, Jumat (21/6/2019) pekan lalu.
Awalnya Anas Nashikin, saksi yang dihadirkan tim hukum paslon 01 (Jokowi-Ma'ruf), mengaku tiga institusi itu diundang di Hotel El Royale, Jakarta Utara, untuk memberi materi terkait kepemiluan.
"Kami undang dalam rangka memberikan gambaran seperti apa pelaksanaan pemilu, bagaimana desainnya, apa aturannya, dan hal apa dan hal yang tidak boleh dilakukan," katanya di depan majelis hakim.
Teuku Nasrullah, salah satu kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, lantas mempermasalahkan hal ini kepada Anas, penyelenggara pelatihan itu: "Apakah saudara menempatkan KPU sebagai bagian tak terpisahkan dari saksi pasangan calon 01?" tanyanya.
Pertanyaan in lantas diprotes KPU. Komisioner KPU Viryan Azis, yang mengaku mewakili KPU pada hari itu, mengatakan tidak ada yang salah dari kedatangan institusinya, juga Bawaslu. Acara itu adalah pembekalan saksi, bukan kampanye. Pembekalan saksi ini adalah bagian tak terpisahkan dari "bentuk melayani peserta pemilu."
"Jadi kalau ada orang berpendapat KPU bagian dari peserta pemilu itu mungkin tidak paham Undang-Undang Pemilu," jelas Viryan.
Sementara Ketua Bawaslu, Abhan Misbah, mengatakan hal serupa. Dia menegaskan itu dengan bilang kalau Bawaslu juga datang ke acara serupa yang diselenggarakan paslon 02 (Prabowo-Sandiaga).
"Jadi narasumber itu tidak hanya di paslon 01, tapi di paslon 02. Bahkan, bukan kemudian mengada-ada, ini sudah kode etik, ketika menjadi narasumber kami tidak boleh menerima honor," kata Abhan dalam kesempatan yang sama.
Bolehkah?
Merujuk pada peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2018 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemilu, pelatihan calon saksi termasuk ke dalam 'sosialisasi'. Berdasarkan Pasal 5 beleid itu, sasaran sosialisasi memang partai peserta pemilu, komunitas, hingga relawan.
Dalam Pasal 25 mengatur dengan tegas: "setiap Warga Negara Indonesia, kelompok, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, kelompok adat, badan hukum, lembaga pendidikan dan media massa cetak atau elektronik dapat bekerja sama dengan KPU." KPU yang dimaksud termasuk pusat dan daerah.
Jadi, KPU memang boleh datang ke acara tim sukses sepanjang itu terkait dengan sosialisasi. Mereka datang sepanjang diundang.
Sedangkan Bawaslu salah satu tugasnya memang mengawasi sosialisasi penyelenggaraan pemilu, sebagaimana tertera dalam situs resmi mereka. Ini berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Bawaslu juga bertugas mengawasi jalannya kampanye. Saat kampanye di Banjarmasin misalnya, reporter Tirto menemukan ada panitia pengawas pemilu (Panwaslu) yang datang. Dia bertugas melaporkan acara itu ke Bawaslu provinsi.
Menurut koordinator juru bicara BPN Dahnil Anzar Simanjuntak, mereka tidak pernah secara resmi membuat pelatihan yang mengundang KPU atau Bawaslu. "Nanti dicek lagi ke KPU dan Bawaslu, pernah tidak BPN mengadakan pelatihan saksi seperti TKN yang kemudian mengundang Bawaslu dan KPU?" kata Dahnil.
Terkait pernyataan ini, anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin tidak menjawab tegas. Dia hanya mengatakan siapa pun yang mengundang, mereka akan datang.
Lewat pencarian sederhana via Google, memang tak ditemukan jejak digital yang menyebut bahwa BPN pernah mengundang KPU dan Bawaslu untuk pelatihan saksi. Tapi itu bukan berarti memihak, hanya memang tidak diundang, kata Afif.
"Kalau tidak mengundang, ya, kami enggak hadir. Jadi jangan dibandingkan," kata Afif kepada reporter Tirto, Senin (24/6/2019).
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino