Menuju konten utama

Radikalisme Pelajar Dapat Ditangkal lewat Ajaran Agama

Penanaman paham radikal di kalangan pelajar diduga dipicu karena buruknya pembelajaran agama, terutama agama Islam, di sekolah. Melalui perbaikan metode pengajaran agama, diharapkan dapat secara efektif menangkal radikalisme tersebut.

Radikalisme Pelajar Dapat Ditangkal lewat Ajaran Agama
(ilustrasi) Suasana belajar mengajar di musholla Madrasah Ibtidaiyah (MI) Terpadu Ar Rohman, Bangeran, Sukorambi, Jember, Jawa Timur, Selasa (6/9). ANTARA FOTO/Seno/16

tirto.id - Radikalisme yang muncul di kalangan pelajar kian mengkhawatirkan. Dari survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) pada Oktober 2010 hingga Januari 2011 disebutkan, hampir 50% pelajar setuju terhadap tindakan radikal. Memperbaiki pelajaran agama, terutama agama Islam, dengan memasukkan nilai kerukunan dan toleransi antarumat beragama, dinilai efektif melawan radikalisme pelajar.

Menindaklanjuti itu, Kementerian Agama dibantu oleh Kemitraan Pengembangan Kapasitas dan Analisis Sektor Pendidikan (ACDP) pun telah melakukan perbaikan pelajaran agama Islam yang dimulai sejak 2015. Melatih 30 orang instruktur untuk memberikan bimbingan kepada para guru, Kementerian Agama berharap agar nilai-nilai kerukunan beragama diajarkan di dalam kelas, dan kemudian dikembangkan di kabupaten provinsi.

“Pelajaran agama Islam disampaikan secara menarik dan menanamkan nilai-nilai budaya dan pelajarannya mengarah kepada kerukunan dan toleransi dengan mengemasnya lebih baik, sehingga pesan Islam sebagai rahmat bagi alam semesta sampai kepada para siswa,” kata seorang pakar Pendidikan Islam dan mantan Direktur Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, seperti dikutip dari Antara (15/09/2016).

Sementara itu, penasihat ACDP Indonesia untuk Kementerian Agama Muljani Nurhadi menuturkan, saat ini sudah sebagian besar sekolah menggunakan metode tersebut di dalam kelas. Kedepannya, ia berharap agar pada 2017 metode itu dapat diterapkan di seluruh Indonesia.

“Untuk menangkal radikalisme tidak perlu menambahkan jam pelajaran tapi hanya perlu mengganti metodologinya. Selama ini guru kurang menarik dalam menyampaikan materi pelajaran,” tegas Muljani.

Lebih lanjut Muljani berpendapat, sebenarnya anak-anak apalagi tingkat SMA tidak perlu diceramahi. Dengan disuruh membaca 20 menit saja mereka sudah tahu isi pelajarannya, yang penting adalah pendalamannya.

Sebelumnya, sebagaimana dikutip dari Antara, sebuah sekolah terkenal di Jakarta sempat memutar film perjuangan masyarakat Palestina dengan menampilkan foto korban anak-anak yang berdarah.

“Pemutaran film tersebut tidak semestinya disuguhkan kepada murid Sekolah Dasar,” ungkap salah seorang akademisi dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Zubair M.Ag.

Zubair menegaskan sekolah dan anak didik harus dijauhkan dari pengaruh radikalisme agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Oleh karena itu, kata dia, kementerian terkait juga harus bersinergi untuk melawan upaya penanaman pengaruh paham-paham radikal melalui cara-cara seperti itu di sekolah.

"Banyak hal yang harus dibenahi di dunia pendidikan. Semisal ajaran-ajaran agama Islam yang harus dijaga agar tetap pada koridor ajaran yang bisa diterima oleh agama Islam umumnya," tegasnya.

Baca juga artikel terkait RADIKALISME atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari