Sisa bauran energi pada tahun 2020 masih didominasi oleh energi fosil. Terbanyak 38,04 persen batubara, 19,16 persen gas bumi, dan 31,60 persen minyak bumi.
Masalah ketersediaan sumber energi di wilayah terpencil Indonesia belum terpecahkan, salah satu tantangannya: menemukan potensi dan mengolahnya menjadi EBT.
Para pengusaha mulai melirik potensi bisnis pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT). Hal ini karena biaya teknologi pembangkit berbasis EBT semakin murah.
Pada masa depan, energi baru terbarukan (EBT) bisa lebih murah dari energi berbasis fosil. Hal ini berimbas pada pembangkit listrik yang saat ini mengutamakan energi fosil.
Kementerian ESDM memperkirakan butuh investasi untuk pembangkit listrik dari energi baru terbarukan (EBT) selama 10 tahun ke depan atau periode 2016 - 2025 mencapai Rp1.600 triliun.
Iress meminta pemerintah untuk mendukung pengembangan energi baru-terbarukan (EBT) melalui APBN karena sangat berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut, baik untuk listrik ataupun bahan bakar.