Menuju konten utama
Menristekdikti:

Publikasi Riset Indonesia di Jurnal Internasional Ungguli Singapura

Hasil riset peneliti Indonesia di jurnal internasional mencapai 13.250, sementara Singapura sebanyak 12.450 jurnal.

Publikasi Riset Indonesia di Jurnal Internasional Ungguli Singapura
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/1). Rapat kerja tersebut membahas evaluasi program kerja Kemenristekdikti 2016 serta membahas isu-isu terkini dibidang Perguruan Tinggi. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./pd/17

tirto.id - Jumlah publikasi hasil riset peneliti Indonesia di jurnal internasional per Juli 2018 sudah melebihi Singapura. Hal itu disampaikan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir dalam acara penganugerahan Penghargaan Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie (BJHTA) 2018 di Jakarta, Selasa (10/7/2018).

"Tahun 2018 per bulan Juli, Indonesia 13.250, Singapura 12.450. Berarti kita sudah di atas Singapura," kata Nasir seperti dikutip Antara.

Sebelumnya, kata dia, Indonesia berada di urutan empat dalam publikasi ilmiah di kawasan Asia Tenggara, yakni di bawah Thailand, Singapura, dan Malaysia.

Menurut dia, publikasi riset peneliti Indonesia di tahun 2015 masih sekitar 5.400 jurnal. Sementara Thailand mempublikasikan sekitar 9.500 riset. Namun pada tahun 2017, kata Nasir, Indonesia berhasil unggul dari Thailand dengan jumlah 18.500 jurnal, sedangkan Thailand 16.200 jurnal.

Nasir menegaskan, hasil penelitian tersebut bisa dijadikan sebagai bahan dasar untuk melakukan inovasi dan diterapkan dalam industri. "Ke depan riset kita dorong dan inovasi menjadi 'output' riset. Jangan sampai inovasi hanya di hasil publikasi saja, tapi harus jadi terapan," katanya.

Menurut dia, riset dan inovasi harus diintegrasikan di semua kementerian-lembaga yang mengurusi bidang penelitian. Pasalnya, kata Nasir, disintegrasi riset itu membuat anggaran untuk penelitian tidak terserap dengan baik.

"Riset yang ada biayanya dikeluarkan APBN Rp24,9 triliun di seluruh kementerian-lembaga. Namun dari Rp24,9 triliun yang jadi riset inovasi hanya Rp10,9 triliun," kata Nasir.

Anggaran Penelitian akan Dinaikkan

Untuk meningkatkan minat para peneliti dari kalangan perguruan tinggi melakukan berbagai kajian, pemerintah berencana meningkatkan jumlah anggaran penelitian menjadi di atas satu persen dari APBN. Sebelumnya, jumlah anggaran penelitian Indonesia hanya 0,9 persen atau hanya Rp24 triliun dalam satu tahun dari jumlah APBN Rp2.400 triliun.

"Jumlah anggaran itu relatif kecil karena itu pun tersebar di berbagai kementerian. Kita akan tingkatkan dan satukan agar lebih fokus dan memberikan dampak positif terhadap kalangan perguruan tinggi nasional," kata Inspektur Jenderal Kemenristekdikti, Jamal Wiwoho di Jakarta, Senin (2/7/2018).

Menurut Jamal, jumlah peneliti dari kalangan dosen saat ini masih sedikit. Pasalnya, ia merincikan, jumlah dosen perguruan tinggi negeri dan swasta yang tertarik melakukan penelitian hanya 40 persen dari 260 orang lebih pengajar.

Salah satu alasannya, ungkap Jamal, minimnya jumlah uang imbalan untuk penelitian. Selain itu, ditambah lagi dengan sulitnya mendapatkan anggaran tersebut.

Apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, kata Jamal, maka jumlah hasil penelitiannya bisa dua kali lipat dari Indonesia. Padahal, jumlah tenaga pengajarnya lebih sedikit dibanding Indonesia.

Menurut Jamal, salah satu faktor penyebabnya adalah Pemerintah Malaysia yang berani menganggarkan dana penelitian di atas tiga persen dari jumlah APBN.

Di sisi lain, peneliti senior LIPI Siti Zuhro juga mengatakan, seharusnya kebijakan publik yang disampaikan pemerintah menggunakan hasil penelitian perguruan tinggi agar lebih tepat sasaran.

Tapi pada kenyataannya, kata Zuhro, pemerintah justru mengabaikan berbagai hasil penelitian untuk menggodok kebijakannya. Sehingga tidak heran jika masyarakat kurang percaya dengan produk hukum karena lemahnya sampling data dan informasinya.

Zuhro juga mengingatkan, penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi tidak boleh berdasarkan hasil pesanan pihak tertentu karena bisa merugikan masyarakat, khususnya masyarakat yang kena dampak kebijakan publik.

Baca juga artikel terkait PENELITIAN

tirto.id - Pendidikan
Sumber: antara
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto