tirto.id - Pemerintah Afghanistan baru saja membebaskan ratusan pejuang Taliban sebagai langkah gencatan senjatanya dengan kelompok bersenjata tersebut bertepatan dengan perayaan Iduladha, Jumat, (31/7/2020).
Mengutip dari Al-Jazeerapembebasan ke-317 tahanan Taliban tersebut diyakini untuk membuat proses perdamaian dengan Taliban semakin dekat.
Kedua pihak Presiden Ashraf Ghani dan Taliban diindikasikan akan membangun negosiasi jangka-panjang setelah hari raya.
Sebelumnya, pihak pemerintah mengklaim akan membebaskan 5.000 tahanan Taliban sebagai ganti dari pembebasan 1000 personil keamanan pemerintah Afghanistan mengikuti kesepakatan antara kelompok tersebut dengan Amerika Serikat pada Februari 2020.
Sampai saat ini paling tidak terdapat 4.900 tahanan Taliban dari yang dibebaskan oleh pemerintah Afghanistan. Namun, 400 tahanan sisanya belum bisa dibebaskan karena berkaitan dengan kejahatan serius.
Mengutip US News dari Reuters, perbincangan damai antara kedua belah pihak seringkali tertunda disebabkan ketidaksepakatan kedua belah pihak atas pertukaran tahanan dan kekerasan yang terjadi.
Kekerasan yang dimaksud ialah seperti kasus terbunuhnya 3.560 pasukan bersenjata Afghanistan karena serangan militan, demikian yang disebutkan Presiden Ashraf Ghani.
Lebih jauh lagi, berdasarkan laporanUNAMA (Misi Bantuan PBB di Afghanistan) sejak 1 Januari sampai dengan 31 Maret terdokumentasi 1.293 kasualitas warga sipil di Afghanistan di antaranya korban kematian mencapai 553, dan 760 luka luka.
Ke-417 korban di antaranya ialah anak-anak (152 terbunuh dan 265 luka –luka) dan 168 korban wanita (60 terbunuh dan 108 luka-luka).
Unama menyebutkan bahwa kelompok anti pemerintah termasuk Taliban dan ISIS bertanggung jawa atas jatuhnya korban terbanyak yaitu 55 persen kasualitas (710 korban warga sipil).
Sedangkan pemerintah Afghanistan bertanggung jawab atas 32% dari total kasualitas (412 korban warga sipil).
UNAMA juga menyebutkan bahwa 17 dari 18 insiden yang dilakukan oleh Taliban berdampak atas pelayanan kesehatan di quarter awal 2020
Dari laporan tersebut UNAMA menegaskan bahwa, "Cara terbaik untuk melindungi warga sipil dari konflik dan dampak COVID-19 adalah dengan menghentikan pertempuran."
"Ini panggilan semua pihak untuk segera menanggapi panggilan dari Sekertaris Jenderal PBB untuk gencatan senjata global," demikian pernyataan UNAMA.
Setelah dilepaskannya tahanan Taliban minggu lalu, pada 2 Agustus Penjara Jalalabad juga mendapati serangan yang disinyalir dari ISIS yang menyebabkan jatuh korban tiga meninggal dan 20 luka luka.
Isi dari Kesepakatan perdamaian AS-dan Taliban pada Februari 2020
Tadi sempat disebutkan bahwa Taliban telah melepaskan 1000 tahanan karena mengikuti kesepakatan dengan Amerika Serikat, lalu apa isi kesepakatan tersebut?
Mengutip dari laman resmi organisasi think-tank Council on Foreign Relations (CFR), kesepakatan perdamaian tersebut paling tidak mencakupi 4 isu utama yaitu:
Gencatan Senjata. Seluruh pihak apakah itu Amerika Serikat, pemerintah Afghanistan, dan Taliban sepakat akan terus bernegosiasi atas gencatan senjata kedepannya. Termasuk upaya pertukaran tahanan dari masing masing pihak.
Penarikan kembali pasukan AS. Amerika Serikat sepakat untuk mengurangi pasukannya di Afghanistan dari 12.000 menjadi 8.600 pasukan selama 135 hari.
Jika Taliban tetap berkomitmen atas gencatan senjata tersebut, maka seluruh pasukan asing dari AS maupun negara lain akan meninggalkan Afghanistan selama 4 bulan.
Negosiasi intra-Afghan. Pihak Taliban sepakat untuk membuka perbincangan dengan pemerintah Afghan pada Maret 2020.
Tapi selama proses negosiasi Taliban menolak untuk mengadakan perbincangan secara langsung dengan pemerintah Afghan yang menurut mereka merupakan boneka Amerika Serikat.
Meskipun demikian wakil pemimpin Taliban Sirajuddin Haqqani dalam tulisannya di New York Timesbahwa jika pihak Taliban, "Dapat mencapai perdamaian dengan musuh asing (Amerika Serikat), kita pasti dapat menyelesaikan perselisihan melalui perbincangan."
Terakhir Jaminan Konter-Terorisme. Mengikuti kesepakatan tersebut Taliban sepakat untuk tidak akan mengancam kemanan Amerika Serikat beserta sekutunya, apakah itu secara individual dari internal Taliban sendiri maupun kelompok. Dalam hal ini AS juga menekankan Taliban untuk melindungi hak wanita.
Namun menurut Pakar Hukum Internasional Beatrice Walton dalam artikelnya di lamanJust Security menyebutkan bahwa kesepakatan tersebut belum cukup untuk dikatakan sebagai gencatan senjata atau kesepakatan perdamaian.
Menurutnya kesepakatan AS dengan Taliban meninggalkan aspek penting yang belum terpecahkan untuk AS dapat menurunkan operasi keamanannya di Afghanistan.
Menurutnya sangat penting jika Amerika Serikat mengejar syarat-syarat yang lebih jelas atas kesepakatan tersebut kepada semua pihak termasuk pemerintah Afghanistan untuk memastikan komitmen seluruh pihak dan bagaimana proses tersebut harus ditegakkan.
Penulis: Mochammad Ade Pamungkas
Editor: Yandri Daniel Damaledo