Menuju konten utama

Siapa Hendry Lie dan Apa Perannya di Kasus Korupsi Timah?

Mengenal sosok Hendry Lie yang ditangkap dan ditahan sebagai tersangka kasus korupsi timah. Simak perannya.

Siapa Hendry Lie dan Apa Perannya di Kasus Korupsi Timah?
Petugas membawa pengusaha Hendry Lie (tengah) menuju ke mobil tahanan usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (19/11/2024). ANTARA FOTO/Idlan Dziqri Mahmudi/wpa.

tirto.id - Profil Hendry Lie dan perannya di kasus korupsi timah menyita perhatian publik lantaran dirinya ditangkap usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi PT Timar oleh Penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Jumat (15/11/2024).

“Hari ini berkat kerja sama dari tim JAM Intel dan Atase Kejaksaan di Singapura, Hendry Lie ditangkap di Bandara Soekarno Hatta pada jam 22.30 WIB,” kata Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kartika, Jakarta Selatan, Selasa (19/11/2024) dini hari.

Hendry Lie yang merupakan pendiri Sriwijaya Air ditetapkan tersangka setelah diketahui menerima uang Rp1.059.577.589 dari PT Trinido Internusa. Dalam perusahaan tersebut, dia merupakan official benefits.

Seperti dilaporkan Antara, pada kasus ini Hendry secara sadar dan sengaja berperan aktif melakukan kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah antara PT Timah Tbk. dan PT TIN.

Biji timah yang dilebur dari hasil kerja sama dua perusahaan tersebut berasal dari CV BPR dan CV SFS yang sengaja dibentuk untuk menerima biji timah yang bersumber dari penambangan timah ilegal.

Akibat perbuatan Hendry dan puluhan tersangka lainnya yang saat ini dalam proses persidangan, negara dirugikan sekitar Rp300 triliun.

Sebelumnya, Hendry Lie pergi ke Singapura sejak 25 Maret 2024 usai menjadi saksi. Dia sempat menolak untuk pulang ke Tanah Air dengan alasan sedang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Mount Elizabeth.

Kemudian, dilakukan pencekalan dan pencabutan paspor melalui Imigrasi. Usai paspornya dicabut, ia secara diam-diam kembali ke Indonesia pada malam hari, dan berhasil ditangkap oleh penyidik.

“Karena yang bersangkutan paspornya berakhir pada tanggal 27 November 2024, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan perpanjangan karena penyidik sudah mengirim surat ke Kedubes Singapura untuk dilakukan penarikan paspor,” ungkap Qohar.

Qohar menerangkan bahwa Hendry Lie ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejari Jakarta Selatan.

Dalam kasus ini, tersangka Hendry Li dijerat pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah atas UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Profil Hendry Lie

Hendry Lie adalah pendiri maskapai penerbangan Sriwijaya Air. Ia bersama saudaranya Chandra Lie serta rekannya Johannes Budjamin dan Andy Halim mendirikan Sriwijaya Air pada tahun 2003.

Hendry Lie sebelumnya menjabat sebagai Komisaris Sriwijaya Air. Namun, kontrak kerjanya telah berakhir pada tahun 2019, ketika operasional maskapai tersebut digabungkan dengan maskapai BUMN, Garuda Indonesia Group.

Selain berkecimpung dalam bisnis penerbangan, Hendry Lie juga terkenal sebagai sosok pengusaha tambang. Ia diketahui merupakan pemilik perusahaan peleburan dan pemurnian timah PT Tinindo Inter Nusa yang berlokasi di Pulau Bangka.

Ia pernah dinobatkan sebagai orang terkaya nomor 105 di Indonesia bersama dengan saudaranya Chandara Lie oleh Majalah Globe Asia edisi Juni 2016. Hendry Lie diketahui memiliki harta mencapai $325 miliar atau sekitar Rp5,1 triliun.

Sebagai pengusaha kaya, ia memiliki sejumlah aset berupa tanah dan bangunan. Namun, menyusul kasus korupsi yang menjeratnya, penyidik telah melakukan penelusuran aset dan penyitaan.

Diketahui, hingga saat ini, penyidik telah melakukan penyitaan terhadap aset berupa tanah, bangunan, dan villa di Bali.

Baca juga artikel terkait atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra