Menuju konten utama
Piala Dunia 2018

Portugal 3 vs 3 Spanyol: Ronaldo dan Setan dalam Detail

Ronaldo menjadi bintang Portugal tidak hanya kerena tiga golnya, tetapi juga karena perannya yang vital dalam pertandingan secara keseluruhan.

Portugal 3 vs 3 Spanyol: Ronaldo dan Setan dalam Detail
Selebrasi gol ketiga Cristiano Ronaldo pada pertandingan Grup B antara Timnas Portugal vs Timnas Spanyol di Stadion Fisht, Sochi, Rusia, Sabtu (16/06/2018). AP Photo/Frank Augstein

tirto.id - David De Gea melakukan blunder, Diego Costa mempermainkan bek-bek Portugal seorang diri, dan Ronaldo mencetak tiga gol untuk Portugal. Momen-momen tersebut bisa menjadi alasan mengapa pertandingan big match Piala Dunia 2018 antara Spanyol melawan Portugal berlangsung sangat menarik. Oh, satu lagi: pertandingan berakhir dengan skor imbang 3-3.

Hasil itu tentu tidak sesuai dengan harapan kedua tim yang ingin memenangkan pertandingan, tapi itu hasil yang cukup adil bagi keduanya. Dua tim saling kejar di sepanjang pertandingan: Portugal unggul terlebih dahulu, Spanyol berhasil membalikkan kedudukan pada pertengahan babak kedua, dan Portugal berhasil menyamakan kedudukan menjelang laga bubar.

Selain itu, komentar Hierro dan Santos sesudah pertandingan bisa menjelaskan itu semua. Saat itu Hierro memuji timnya: “Ini adalah sebuah tim yang tidak memiliki keraguan. Saya tahu apa yang tim ini inginkan, bagaimana cara tim ini bermain. Saya sangat bersyukur untuk semua pemain dan para staff yang bisa beradaptasi denga cepat dalam situasi yang sulit. Saya tekankan, itu tidak mudah untuk dilakukan.”

Sementara itu, seolah tak mau kalah, Santos memuji Ronaldo, sang adibintang: “ Saya katakan berulang kali: Dia (Ronaldo) adalah pemain terbaik di dunia dan saya berharap dia masih bisa mencetak gol di [Piala Dunia 2022] Qatar nanti.“ Ia kemudian menambahkan, “Saya bersyukur dia seorang Portugal.”

Derby Iberia di antara kolonialis lama ini berakhir dengan begitu dramatis.

Cara Santos vs Cara Hierro

Seperti biasanya, Portugal bermain dengan formasi 4-4-2. Namun, penampilan mereka saat menghadapi Spanyol sudah jauh lebih baik daripada penampilan mereka di sepanjang gelaran Piala Eropa 2016 lalu. Terutama saat melakukan serangan balik, Portugal terlihat lebih kolektif dan tak asal-asalan: mereka tidak hanya memanfaatkan kemampuan individu satu dua pemain.

Sementara itu, Spanyol tak membutuhkan waktu lama untuk menunjukkan bahwa sentuhan Fernando Hierro sedikit berbeda dengan sentuhan Julen Lopetegui. Bermain dengan formasi 4-3-3, Spanyol sudah menunjukkan perubahan itu sejak menit-menit awal pertandingan.

Hingga menit ketiga, sebelum gol penalti Ronaldo, Portugal justru lebih unggul dalam penguasaan bola: 64,1% berbanding 35,5%. Sementara Portugal sudah melakukan 25 percobaan umpan, Spanyol hanya melakukan 14 kali percobaan. Hal ini tentu tak lepas dari pendekatan Hierro, terutama saat timnya dalam fase bertahan.

Saat bertahan, Spanyol lebih sabar daripada sebelumnya. Ketimbang melakukan counter pressing sejak area lawan, mereka memilih bertahan lebih dalam dengan jarak antar lini yang lebih rapat. Isco, Iniesta, Busquets, Silva, juga Koke akan berdiri sejajar di depan garis pertahanan, sementara Diego Costa akan bertahan di lini depan sendirian. Dalam fase tersebut, formasi Spanyol pun berubah dari 4-3-3 menjadi 4-5-1.

Meski begitu, Hierro tak banyak melakukan perubahan saat Spanyol dalam fase menyerang. Ia menekankan build-up serangan lambat yang mengalir dari kaki ke kaki, tetapi juga tak menutup kemungkinan mengirimkan umpan jauh ke lini depan -- terutama saat Portugal melakukan transisi bertahan – saat Diego Costa dalam posisi menguntungkan.

Isco Menyulitkan Portugal

Di sepanjang pertandingan, Isco menyentuh bola sebanyak 123 kali, melakukan percobaan umpan 89 kali, mencatatkan 2 kali dribel sukses, dilanggar 3 kali, dan melakukan 2 kali percobaan tembakan ke arah gawang (salah satunya mengenai mistar). Ia menjadi salah satu pemain yang paling sering menyentuh bola dalam pertandingan tersebut.

Statistik itu memperlihatkan peran penting Isco. Ia terlihat berada di setiap jengkal lapangan, turun ke dalam, bergerak ke kanan, ke depan, atau tetap berada di sisi kiri. Namun, pergerakannya di sisi kiri wilayah Spanyol, menjadi salah alasan mengapa Spanyol cukup dominan dalam pertandingan tersebut.

Bersama Jordi Alba, yang kadang dibantu Andreas Iniesta, Isco sering menciptakan overload di sisi kanan pertahanan Portugal. Mereka akan melakukan umpan kombinasi satu-dua sentuhan untuk kemudian mengirimkan umpan ke depan gawang Portugal. Pendekatan itu membuat Cedric Soares kesulitan untuk menjaga wilayahnya. Terlebih, Bernardo Silva yang bermain di depannya tak banyak membantu Soares dalam bertahan.

Sayangnya, Spanyol tidak dapat memanfaatkan pendekatan itu secara maksimal. Dua peluang yang diciptakan Jordi Alba dari sektor tersebut gagal dimanfaatkan dengan baik oleh pemain-pemain Spanyol lainnya. Percobaan tembakan Isco dari sisi tersebut juga digagalkan oleh mistar gawang.

Meski dominan, Spanyol sebenarnya kesulitan menciptakan peluang melalui umpan-umpan pendek yang sering mereka lakukan. Tiga gol yang mereka ciptakan dalam pertandingan itu bisa menjelaskannya. Gol pertama Spanyol berawal dari serangan balik dan memanfaatkan kemampuan individu yang dimilki oleh Diego Costa; gol kedua Spanyol berawal dari bola mati; dan gol ketiga Spanyol tercipta setelah sempat terjadi perebutan bola di depan gawang Portugal.

Selain itu, cara bermain Spanyol tersebut juga menciptakan celah yang bisa dimanfaatkan oleh Portugal.

Serangan Balik Portugal dan Ronaldo

Meski melakukan perubahan pendekatan dalam bertahan, cara bermain Spanyol tetap riskan terkena serangan balik. Pasalnya, build-up serangan Spanyol hampir melibatkan semua pemainnya. Tanpa melakukan pressing, saat tim lawan melakukan serangan balik cepat, Spanyol akan kesulitan melakukan transisi bertahan. Kelemahan itu terlihat oleh Santos dan ia mengincar hal itu.

Pada menit ke-16 dan ke-21, Portugal melakukan serangan balik berbahaya. Saat melakukan serangan balik tersebut, Portugal bahkan bisa unggul jumlah pemain atas Spanyol di lini pertahanan Spanyol. Sementara Spanyol hanya menyisakan Pique, Nacho, serta Ramos di lini belakang, Portugal bisa melakukan serangan balik dengan empat hingga lima pemain sekaligus. Sayangnya, serangan itu gagal dimanfaatkan dengan baik.

Menariknya, dua serangan balik tersebut ternyata dimulai dari pergerakan yang dilakukan Ronaldo. Ia, yang dimainkan lebih ke dalam oleh Santos, turun hingga ke tengah lapangan. Dari posisi tersebut, Ronaldo lalu menghubungkan tim, menjadi pusat transisi. Sementara serangan balik Portugal pada menit ke-16 berawal dari umpan flick-nya, serangan balik Portugal pada menit ke-21 juga berawal dari pergerakan yang dilakukannya. Selain mengawali dua peluang itu, peran Ronaldo tersebut juga mempunyai dampak signifikan bagi timnya. Portugal mampu tampil kolektif dan lebih berbahaya saat menguasai bola.

Peran sebagai pusat transisi serangan sendiri bukan hal baru bagi Ronaldo. Meski belakangan ini ia sudah jarang melakoninya, Ronaldo merupakan salah satu senjata utama Sir Alex Ferguson dalam melancarkan serangan balik sewaktu ia masih bermain bersama Manchester United.

Setelah itu, Ronaldo sangat jarang diberi beban sebagai poros dalam transisi. Evolusi Ronaldo bergerak ke arah makin minimnya dia terlibat dalam permainan. Terutama di era kepemimpinan Zidane di Madrid, Ronaldo menjelma seorang poacher yang mengganas di dalam kotak penalti. Ia masih sering memulai pergerakan dari sisi sayap, khususnya sisi kiri, namun hal itu dilakukan bukan lagi dengan gaya seorang winger, atau dilakukan dalam peran sebagai penyerang sayap. Ronaldo melakukan hal itu semata untuk membuka celah di dalam pertahanan lawan.

Dini hari tadi, Ronaldo kembali melakukan peran yang membuatnya terlibat lebih banyak dalam konstruksi serangan. Dua kali ia memberi umpan berbahaya kepada Goncalo Guedes, pemain berusia 21 tahun yang merasakan debutnya di turnamen major internasional. Sayang dua umpan itu gagal diubah menjadi gol kendati ruang cukup terbuka bagi Guedes.

Ironi di 15 Menit Terakhir

Peran seperti itu jelas membuat tenaga yang dikeluarkan Ronaldo lebih banyak. Di babak kedua, Ronaldo bermain lebih pasif, dan lebih banyak menunggu bola di depan.

Sedangkan Spanyol berusaha “membunuh pertandingan” dengan memainkan Thiago Alcantara, Lucas Vasquez, dan terakhir Iago Aspas setelah unggul 3-2. Tujuannya untuk memadatkan lini tengah dan meningkatkan dominasi pengusaan bola.

Menariknya, dengan merujuk data Whoscored, di 15 menit terakhir, penguasaan bola Portugal justru meningkat (kendati masih di bawah kendali Spanyol). Dari menit 1 hingga 75, penguasaan bola Portugal hanya 33 persen, namun di 15 menit terakhir persentasenya sedikit naik menjadi 3 persen. Dan di 5 menit terakhir, kembali naik hingga 37 persen.

Tampak tidak signifikan persentase kenaikannya. Namun imbasnya terasa dalam hal catatan percobaan mencetak gol. Di 15 menit terakhir, untuk pertama kalinya Portugal lebih unggul dalam usaha mencetak gol yaitu 3 berbanding 1. Lebih spesifik lagi, di 5 menit terakhir, Portugal membuat 2 percobaan mencetak gol sedangkan Spanyol sama sekali tidak membuat satu pun tembakan, 2:0. Justru di saat itulah, di 5 menit terakhir itu, Ronaldo mencetak gol ketiga dan memaksa Spanyol hanya bisa puas meraih satu poin.

Untuk skor 3-3 itu, tidak bisa tidak kredit patut diberikan kepada Ronaldo -- sesuatu yang juga diakui oleh Hierro setelah pertandingan. Namun untuk semua catatan statistik penguasaan bola dan percobaan mencetak gol di 15 menit terakhir, Hierro perlu mencari alasan yang lebih baik selain argumen bahwa Portugal sedang ketinggalan dan pasti akan melakukan segala cara untuk mencetak gol. Bukan gaya Spanyol menurunkan tempo dan mengendurkan penguasaan bola -- kendati hanya sedikit persentasenya -- saat sudah unggul.

"Di level pertandingan seperti ini," kata Hierro setelah pertandingan, "setan terletak dalam detail."

Detail itu bisa dilacak dalam naiknya persentase penguasaan bola Portugal dari 33 persen menjadi 35 persen dan mencapai 37 persen di 5 menit terakhir. Dan untuk itu, Fernando Hierro masih perlu mempersiapkan diri dengan jauh lebih detail lagi.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA 2018 atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan