tirto.id - “OPPO tidak setiap tahun merilis seri Find"
Alinna Wen, Marketing Director OPPO Indonesia, dalam peluncuran OPPO Find X, sedang menegaskan mereka tidak akan rajin melepas smartphone seri premium atau spesifikasi tinggi terbaru mereka ke pasar. Ini tentu patut dipahami sebagai sebuah strategi pemasaran agar memberi kesan bahwa produk yang mereka sebut premium memang bukan pasaran.
Bila melihat jeroan Find X, di atas kertas tidak ada yang sangat istimewa dari smartphone ini. Otak pada OPPO Find X menggunakan System-on-Chip (SoC) Snapdragon 845, telah jamak digunakan di seri-seri ponsel pintar seri premium pabrikan lain antara lain: Galaxy S9 dari Samsung dan Zenfone 5Z dari Asus. Chipset grafis Adreno 630, otak di balik kerja grafis ponsel ini, juga telah digunakan pabrikan lain seperti OnePlus dengan seri OnePlus 6-nya.
Namun, kehadiran konsep pop-up camera pada OPPO Find X mampu mengungkit smartphone ini menyandang status “full screen sesungguhnya.” Capaian ini tentu bisa menggeser produk adiluhung iPhone X yang memiliki notch alias "jambul" di bagian paling teratas dan tengah layar, tempat modul kamera berada. Matt Burns, jurnalis Techcrunch, mengatakan penyematan konsep pop-up pada modul kamera “merupakan kilatan masa depan dari desain smartphone.”
Pop-up camera
OPPO Find X yang lahir dengan fitur pop-up camera, memang konsep terbaru yang menyingkir dari tren penggunaan “notch” alias jambul di posisi atas tengah layar, tempat modul kamera dibenamkan. Tren notch dipelopori Apple melalui iPhone X.
Selepas kelahiran iPhone X, smartphone berjambul populer. Ada banyak smartphone mengusung konsep pop-up, antara lain: Zenfone 5Z dari Asus, P20 dari Huawei, V9 dari Vivo, G7 ThinQ dari LG, dan X6 dari Nokia. OPPO, sebelum merilis Find X, OPPO juga ikutan masuk dalam gelombang tren ponsel dengan “notch" dengan merilis F7 yang mirip dengan iPhone X. Namun, dengan kemunculan Find X, OPPO seolah sedang keluar dari kerumunan.
Konsep pop-up camera yang diusung OPPO Find X meniadakan notch pada layar smartphone. Pada ponsel ini, posisi modul kamera disembunyikan, tapi ketika ponsel atau aplikasi kamera diaktifkan, maka modul kamera seketika menyembul dalam tempo hanya 0,6 detik dari bagian tepi teratas ponsel.
Suwanto, Marketing Planning Director OPPO Indonesia, mengatakan kamera menyembul tersebut telah sukses diujicoba sebanyak 300 ribu kali. Angka itu, menurutnya, merupakan ketahanan minimal OPPO Find X. Pop-up camera digunakan untuk kamera bagian depan dan belakang. Kamera belakang, atau kamera utama, menggunakan kamera ganda beresolusi 16 MP dan 20 MP yang didukung optical image stabilization. Lantas, kamera depan mengusung kamera beresolusi 25 MP dengan bukaan f/2.0.
Konsep “full screen” yang diusung oleh Find X, maka tak ada tempat bagi OPPO menempatkan sensor sidik jari di bagian depan ponsel. Sehingga sebagai solusinya, biasanya merek lain menempatkan sensor sidik jari di cangkang belakang. Namun, pada Find X, OPPO tak melakukannya, sebagai gantinya, sistem keamanan smartphone berpindah sepenuhnya pada kamera utama yang mengusung teknologi 3D Face Recognition. Menurut klaim OPPO, 3D Face Recognition pada Find X menggunakan 15 ribu titik pengenalan wajah, yang diklaim 20 kali lebih aman dibandingkan fingerprint scanner.
Meski fitur pop-up camera seolah menawarkan terobosan baru, sejatinya teknologi ini sudah lama dikembangkan pada gadget. Teknologi pop-up camera pada ponsel lahir pada 29 Juli 2004. Sung-jin Shin, peneliti dari Compact Lens Technologies, mendaftarkan paten berjudul “Pop-up Camera Module and Mobile Phone Including The Same.”
Dalam keterangan di paten yang dimiliki Shin, teknologi ini memungkinkan “kamera dimasukkan (ke badan) dan menonjol dari badan ponsel ketika pengguna menggunakan kamera.” Teknologi tersebut, berjalan memanfaatkan FPCB alias flexible printed circuit board, yang mengatur tindak-tanduk kapan modul kamera menonjol atau masuk ke badan ponsel.
Samsung Electronics sudah punya paten serupa. Namun, lebih dimaksudkan digunakan ke modul-modul elektronik yang umum, tak mesti kamera. Paten berjudul “Pop-up Apparatus for Portable Communication Device” pada 19 Agustus 2008 itu, mengutip deskripsi yang diberikan, digunakan untuk “menyisipkan atau mengeluarkan bagian perangkat portabel.” Konsep pop-up, berjalan dengan menyediakan tombol atau engsel khusus, tidak berjalan secara otomatis.
Konsekuensi Samsung telah memiliki paten sejenis, maka ada kemungkinan seri terbaru smartphone Samsung akan mengusung konsep yang diimplementasikan pada OPPO Find X. Teknologi ini memang berpeluang bakal jadi tren baru atau bahkan sebaliknya jadi fitur "sampah", setidaknya bila melihat dampaknya pada ponsel.
Modul kamera yang menyembul karena memakai pop-up camera, memungkinkan OPPO Find X memiliki ukuran layar penuh. Rasio screen-to-body smartphone ini mampu mencapai angka 87 persen. Mengalahkan iPhone X yang “hanya” punya rasio screen-to-body sebesar 82,9 persen dan Samsung Galaxy S9 yang sebesar 83,6 persen.
Namun, konsekuensi layar ponsel yang penuh menggerogoti kapasitas baterai. Xian Chen, peneliti pada University of Pittsburgh, dalam papernya berjudul “How is Energy Consumed in Smartphone Display Applications?” mengatakan semakin besar layar, semakin besar resolusi, semakin banyak daya yang terpakai. Pada ponsel yang menggunakan layar AMOLED, dengan resolusi 1280x720 piksel, memainkan video musik, konsumsi baterai terpakai sebanyak 786,4 mW (mili Watt). Sementara itu, layar yang lebih rendah, dengan resolusi sebesar 640x360 piksel, memainkan video serupa, hanya menggunakan daya sebanyak 682,9 mW per menit.
OPPO Find X bukanlah smartphone pertama yang mengusung konsep pop-up camera. Burns, dalam tulisannya di Techcrunch itu, mengatakan konsep tersebut lahir di ajang Mobile World Congress 2018. Saat itu, Vivo dan Huawei menunjukkan perangkat yang memiliki konsep pop-up camera. Vivo melalui smartphone NEX, sementara Huawei melalui laptop.
Berbeda dengan Find X, NEX hanya menggunakan konsep pop-up camera pada kamera bagian depan saja. Kamera depan memiliki resolusi 8 MP dengan bukaan f/2.0. Sementara itu, kamera belakang alias kamera utama masih menggunakan cara konvensional soal penempatannya. Kamera belakangnya mengusung teknologi dual camera, 12 MP dan 5 MP, serta dilengkapi teknologi optical image stabilization (OIS).
Berbeda dengan Find X, NEX punya sensor sidik jari. Menariknya sensor tersebut ditempatkan di balik layar, berada di depan ponsel. Ini serupa dengan smartphone konsep Vivo bernama Apex.
Penggunaan pop-up camera memang menarik dalam artian sebagai upaya variasi fitur ponsel pintar, tapi Vlad Savov, jurnalis The Verge, mengutip perkataan perancang Philippe Starck, mengatakan konsep pop-up dari sisi daya tahan komponen mekanik ponsel punya kelemahan “sebaik atau sehebat apapun, membuat produk memiliki ketahanan yang kurang.” Menurut Savov, Apple tetap berupaya menghilangkan unsur komponen mekanik dari segala lini produknya.
BBK Electronic
Kesamaan antara Find X dari OPPO dan NEX dari Vivo tak mengherankan. Kedua ponsel dan kedua perusahaan itu berada di bawah naungan perusahaan induk yang sama: BBK Electronics. Selain OPPO dan Vivo, OnePlus juga bagian dari BBK Electronics.
Lawrence R. Sullivan, dalam buku berjudul “Historical Dictionary of The Chinese Economy” mengatakan BBK Electronics didirikan oleh Duan Yongping, pengusaha Cina kelahiran 1961. Yongping adalah lulusan Zhejiang University dengan mengambil jurusan teknik elektrik. Selepas lulus kuliah, Yongping bekerja di perusahaan elektronik kecil di Beijing. Ia pergi ke Guangdong untuk bekerja di SUBOR Educational Electronics Company. Di perusahaan itu, Yongping belajar banyak soal bisnis hingga teknis pengembangan perusahaan. Pada 1995, BBK berdiri, hanya sebagai perusahaan penyuplai DVD, telepon, dan peralatan audio.
Setelah hampir 23 tahun berdiri, BBK jadi salah satu perusahaan raksasa di dunia smartphone. Di kuartal I-2018, OPPO, masuk lima besar vendor paling banyak mengapalkan smartphone. Saat itu, OPPO memasarkan 23,9 juta smartphone. Pada periode yang sama setahun sebelumnya, bukan hanya OPPO yang masuk lima besar. Ada pula Vivo. Gabungan OPPO dan Vivo kala itu, menguasai 12,6 persen pengapalan smartphone di seluruh dunia, setara dengan 43,7 juta unit smartphone terkirim.
Di bawah naungan yang sama, antara OPPO, Vivo, dan OnePlus bekerja secara independen. Pete Lau, Chief Executive Officer OnePlus, pada FastCompany mengatakan bahwa “tidak ada penyatuan, strategi yang terpusat” antara anak-anak BBK. Semuanya, katanya dengan tegas, “bekerja secara independen.”
Strategi ini nampaknya sukses membuat OPPO, Vivo, dan OnePlus terlihat bukan sebagai kesatuan di depan khalayak umum. Bila jeli penggunaan teknologi seperti pop-up camera jadi tanda bahwa mereka berada dalam satu payung.
Editor: Suhendra