tirto.id - Aparat kepolisian akan menempatkan personel tambahan di Papua hingga Desember 2019. Penempatan dilakukan dalam rangka mengantisipasi perayaan aksi 1 Desember. Bagi sejumlah warga Papua, tanggal 1 Desember dianggap sebagai hari kemerdekaan Papua Barat atas Belanda.
"Ada inisiatif mereka, pada 1 Desember ada kegiatan apa? Itu kami mitigasi secara maksimal," ucap Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2019).
Sebagai informasi, Menkopolhukam Wiranto mengklaim ada 6.500 personel gabungan TNI dan Polri di Papua dan Papua Barat. Jumlah personel ini merupakan bagian kecil dari 850 ribu keseluruhan pasukan di Indonesia. Pengerahan personel dilakukan diklaim sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dan objek vital daerah agar tidak menjadi sasaran amuk massa.
Polri juga berencana akan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat Papua dan Papua Barat ketika Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa akan berlangsung pada akhir September mendatang di New York, Amerika Serikat. "Jadi harus dimitigasi secara maksimal, betul-betul situasi Papua harus kondusif. TNI dan Polri di sana untuk menciptakan situasi kondusif," ucap Dedi.
Dedi menegaskan pendekatan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat itu vital. Ancaman berupa demonstrasi massa Dedi anggap sudah menurun, tapi pihaknya akan mendalami hal lain. "(Seperti) isu kelompok bersenjata akan turun, akan menyerang masyarakat, mengintimidasi. Itu akan diantisipasi secara maksimal," tambah Dedi.
Tanggal 1 Desember merupakan tanggal bersejarah bagi kelompok Papua Barat. Parlemen Papua Barat, di bawah administrasi Belanda, mengibarkan bendera bintang kejora pertama kali di bumi Papua Barat. Pengibaran bendera Bintang Kejora menjadi simbol pengakuan berdirinya negara Papua Barat.
Sejak itu bendera Bintang Kejora dikibarkan di seluruh wilayah Papua Barat berdampingan dengan Bendera Belanda, hingga Belanda menyerahkan otoritas administrasi Papua Barat kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) pada 1 Oktober 1962, lalu ke pemerintah Indonesia pada 1 Mei 1963.
UNTEA adalah mekanisme internasional yang melibatkan PBB untuk menyiapkan satu jajak pendapat apakah rakyat Papua memilih memisahkan diri atau integrasi dengan Indonesia.
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) melalui jajak pendapat ini menghasilkan keputusan rakyat Papua terintegrasi dengan Indonesia. Maka sejak saat itu, administrasi Papua dikendalikan oleh pemerintah Indonesia, pengibaran bendera Bintang Kejora dinilai sebagai tindakan makar sehingga berujung pada tindakan kekerasan dan penangkapan.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Andrian Pratama Taher