Menuju konten utama

Polisi Temukan Media Sosial Jadi Alat Sebarkan Radikalisme di Riau

Kepolisian menemukan penyebaran paham radikalisme melalui media sosial di Tanjung Pinang dan mengidentifikasi sejumlah masyarakat yang terpapar, tetapi tidak sampai melakukan kegiatan teror.

Polisi Temukan Media Sosial Jadi Alat Sebarkan Radikalisme di Riau
Ilustrasi media sosial. FOTO/iStockphoto.

tirto.id -

Pihak kepolisian menemukan penyebaran paham radikalisme melalui media sosial di Tanjung Pinang dan mengidentifikasi sejumlah masyarakat yang terpapar, tetapi tidak sampai melakukan kegiatan teror.

"Kebanyakan pendekatan ideologi dilakukan melalui media sosial," tutur Kapolres Tanjungpinang AKBP Ucok Lasdin Silalahi di Mapolres Tanjungpinang, Senin (25/2/2019).

Ucok Lasdin Silalahi mengatakan teridentifikasinya tiga orang yang terpapar paham radikalisme di Tanjungpinang salah satunya dilihat melalui cara berkomunikasi dengan tetangga, yakni sikap tertutup serta rela meninggalkan anak istri.

Dengan program kontraradikal, menurut dia, kini kondisi tiga orang tersebut sudah baik, meski tetap diawasi untuk mencegah adanya kegiatan teror di wilayah sekitar Tanjungpinang.

Untuk mencegah penyebaran paham radikalisme, pihaknya melaksanakan beberapa program pencegahan dengan melibatkan Babinkamtibmas dan personel lain, berupa Subuh keliling, Jumat keliling dan Minggu keliling.

Sekolah, sekolah tinggi dan pondok pesantren pun didekati dengan pemberian materi kepemimpinan dan bela negara untuk mencegah generasi muda terjebak paham radikalisme.

"Kami juga koordinasi dan berkomunikasi untuk penindakan terhubung dengan Densus 88 regional, ada di wilayah Sumatera dan Kepri. Ada BNPT di daerah juga," kata Ucok.

Secara terpisah, pemimpin Pondok Pesantren Darul Mukhlasin Tanjungpinang, Ustaz Muhammad Muslim, yang 38 santrinya diberikan materi kontraradikal dan antihoaks menilai datangnya pihak kepolisian mencegah santri terpengaruh kebencian kepada negara Indonesia.

"Perasaan dari kami datangnya polisi membuat merasa aman, terlindungi, diperhatikan penegak hukum," kata Muslim.

Dengan sosialisasi itu, santri disebutnya memahami ada kelompok-kelompok di Indonesia yang melakukan teror karena terpapar paham radikal.

Ia mengatakan meski santri tidak diperbolehkan menggunakan gawai selama di pondok pesantren, saat pulang ke rumah masing-masing sepekan sekali santri pasti menggunakan gawai.

Baca juga artikel terkait KAPAL TERBAKAR

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Maya Saputri
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno