Menuju konten utama
Dampak Pandemi Corona

PMI Manufaktur RI Turun Lagi di Bawah 50 Usai Menguat 4 Bulan

PMI manufaktur Indonesia mengalami penurunan pada September 2020. Angkanya kini berada di kisaran 47,20 poin.

PMI Manufaktur RI Turun Lagi di Bawah 50 Usai Menguat 4 Bulan
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT. Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.

tirto.id - Indikator Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia mengalami penurunan pada September 2020. Angkanya kini berada di kisaran 47,20 poin dari posisi Agustus 2020 yang sempat mencapai 50,80 poin.

Penurunan ini mematahkan tren perbaikan yang sudah terjadi sejak Mei 2020 sampai Agustus 2020. Per Agustus 2020 lalu, PMI manufaktur Indonesia sempat mencatatkan posisi di atas 50 poin yang berarti ekspansif, tetapi kini kembali di bawah batas 50 yang berarti kontraktif.

“Secara rata-rata, PMI pada kuartal 3 tahun 2020 yang sebesar 48,3 menggambarkan kondisi industri manufaktur yang masih menantang,” ucap Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu dalam keterangan tertulis, Kamis (1/10/2020).

BKF menyatakan sebab dari pelemahan kembali PMI manufaktur ini dipengaruhi oleh PSBB DKI Jakarta yang diterapkan pertengahan September 2020. Selama September lalu, terjadi penurunan permintaan baru meski tak sedalam Maret dan Juni 2020. PSBB juga memengaruhi ketersediaan bahan baku oleh supplier secara tepat waktu.

Penurunan permintaan diikuti dengan penurunan penjualan yang berkontribusi pada kenaikan kapasitas berlebih (spare capacity). Data PMI menunjukan, aktivitas pekerjaan yang harus diselesaikan (backlogs of works) pun mengalami penurunan. Imbasnya perekrutan tenaga kerja ikut terhambat.

Di sisi lain ada faktor depresiasi nilai tukar rupiah yang memiliki tren terus melemah. Hal ini menyebabkan tekanan pada biaya input padahal harga penjualan juga sedang rendah-rendahnya seperti terlihat dari banyaknya perusahaan yang memberi diskon.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun sudah menyadari potensi penurunan ini lebih awal. Dalam konferensi pers APBN KITA, Selasa (22/9/2020) ia menyebutkan berbagai indikator pendukung seperti impor, konsumsi listrik, sampai penerimaan pajak dari berbagai sektor industri mengalami penurunan di Agustus 2020 padahal pada bulan itu PMI manufaktur terus meningkat menjadi 50,8 poin.

“Kami sebut indikator PMI positif tapi dari pendukung lainnya menunjukan pemulihan dini dan rapuh,” ucap Sri Mulyani.

Baca juga artikel terkait PMI MANUFAKTUR atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz