tirto.id - Terdakwa kasus dugaan suap terkait pengalokasian dana perimbangan daerah Amin Santono membacakan nota pembelaan di hadapan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (28/1/2019).
Dalam pledoi, pria 70 tahun itu meminta hakim memberikan hukuman ringan agar ia bisa berkumpul bersama keluarga sebelum meninggal.
"Saat ini saya saja sudah 70 tahun, untuk [menjalani hukuman] 10 tahun maka kemungkinan besar saya akan meninggal di penjara," kata Amin di hadapan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (28/1/2019).
Selain karena tak ingin meninggal di penjara, Amin beralasan istrinya sedang mengidap kanker dan memiliki 6 orang cucu dan butuh perhatian darinya.
"Saya mohon berikan saya kesempatan dan keluarga agar tidak meninggal di penjara," kata Amin.
Jika kelak hakim menjatuhkan hukuman sesuai tuntutan jaksa, kata Amin, maka ia hanya bisa menyatakan permintaan maafnya kepada keluarga. Ia merasa bersalah tak bisa memberi pendampingan pada keluarganya.
"Jika memang saya harus berakhir tragis seperti ini, maka saya sampaikan istri saya tercinta anak-anak saya dan cucu dan juga saudara saya, mohon dimaafkan atas kesalahan dan kelalaian saya selama ini," katanya sambil menangis.
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Amin dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp2,9 miliar. Jaksa pun menuntut Amin dijatuhi hukuman pidana tambahan berupa denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, jaksa meminta kepada hakim agar Amin diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp2,9 miliar dan mencabut haknya untuk dipilih ke jabatan politik selama 5 tahun setelah Amin selesai menjalani pidana pokok.
Jaksa menilai politikus Partai Demokrat itu telah terbukti bersalah menerima suap Rp3,3 miliar agar Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Lampung tengah mendapat alokasi dana perimbangan di APBN Perubahan 2018.
Amin diduga menerima suap Rp3,3 miliar dari Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman dan Direktur CV Iwan Binangkit Ahmad Ghiast. Amin disebut menerima uang tersebut bersama-sama dengan konsultan Eka Kamaluddin dan Yaya Purnomo selaku pegawai di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. Keduanya dilakukan penuntutan secara terpisah.
Suap itu diberikan agar Amin, Eka dan Yaya mengupayakan Kabupaten Sumedang mendapatkan alokasi tambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2018.
Jaksa mengatakan, tuntutan itu juga didasarkan pada sejumlah pertimbangan. Salah satunya, Amin dinilai berbelit-belit dan enggan mengakui perbuatannya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Agung DH