tirto.id - Ketimpangan ekonomi di Indonesia pada 2015, menurut Bank Dunia, tergolong yang paling tinggi di Asia Timur. Hal ini juga mencakup ketimpangan dalam kepemilikan aset di kalangan penduduknya.
Pernyataan ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Muharam dalam rilis di Jakarta, Senin, (22/08/2016).
Ecky menyarankan supaya pemerintah berinisiatif untuk mengatur pemerataan distribusi aset termasuk sektor properti supaya berbagai aset perumahan dapat dibagi kepada seluruh kalangan masyarakat di Tanah Air.
"Secara khusus Bank Dunia pada 2015 mencatat laju peningkatan ketimpangan ekonomi di Indonesia termasuk paling tinggi di Asia Timur. Bahkan dalam hal distribusi aset, lebih memprihatinkan," katanya.
Ecky juga mengingatkan bahwa Badan Pertanahan Nasional mencatat 56 persen aset berupa tanah, properti, dan perkebunan hanya dikuasai oleh sekitar 0,2 persen penduduk.
Dia berpendapat bahwa kesenjangan yang semakin besar, termasuk dalam sektor properti, berpotensi menimbulkan kecemburuan serta meningkatkan ketidakpercayaan baik vertikal maupun horizontal.
Sektor perumahan yang ada di Tanah Air jangan sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar terutama untuk pembangunan properti bagi mereka yang berada di kalangan perekonomian menengah ke bawah, kata seorang pengamat properti.
"Saat ini seakan-akan pemerintah membiarkan pasar perumahan untuk menengah ke bawah diserahkan pada mekanisme pasar. Alih-alih menyediakan rumah rakyat, malah hal ini akan menjadi bom waktu ketika harga tanah sudah semakin tinggi dan tidak dapat lagi dikembangkan rumah murah," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda.
Indonesia Property Watch kembali mengingatkan bahwa akan sangat baik bila urusan perumahan rakyat seperti pembangunan "housing public" menjadi tanggung jawab pemerintah dan dibangun oleh pemerintah.
Hal itu, ujar dia, karena jika pembangunan "public housing" diserahkan sepenuhnya kepada swasta, harga akan semakin naik dan semakin tidak terjangkau masyarakat.
"Program sejuta rumah yang sedang bergulir pun terancam gagal karena diperkirakan para pengembang swasta yang membantu membangun rumah murah pada saatnya akan mengalami kesulitan dalam menyiapkan lahan karena harga tanah sudah semakin tinggi," katanya.
Ali memperkirakan bila tidak ada perubahan arah kebijakan yang tepat, dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun ke depan, maka program sejuta rumah berpotensi bisa tidak berkelanjutan.
Sebagaimana diwartakan, aktivitas investor asing yang mengincar sektor properti Indonesia meningkat dan diperkirakan bakal terus naik pada periode mendatang, kata Country Head Jones Lang LaSalle Indonesia (konsultan properti) Todd Lauchlan.
"Peningkatan aktivitas pasar di triwulan kedua tahun 2016 juga terstimulasi dari beberapa aktivitas investor asing yang berminat masuk ke pasar Indonesia," kata Todd Lauchlan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (21/7).
Menurut dia, sejauh ini ada beberapa ketertarikan dari investor Hongkong, Singapura, Jepang, dan Korea yang menaruh minat terhadap sektor-sektor seperti residensial untuk luar kota Jakarta, dan ritel di kota-kota sekunder.
Selain itu, minat lainnya antara lain pada perkantoran terutama untuk area Jakarta CBD, dan logistik untuk area industrial di sekitar Jakarta. "Kami percaya jumlah aktivitas yang meningkat akan menstimulasi pergerakan bisnis properti ke arah yang lebih baik," katanya.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra