Menuju konten utama

Pimpinan DPR Beda Suara Soal Penolakan Jokowi Bertemu Pansus

Berbeda dengan Fadli, Fahri Hamzah justru menilai penolakan Jokowi sebagai sebuah respons positif terhadap Pansus.

Pimpinan DPR Beda Suara Soal Penolakan Jokowi Bertemu Pansus
Presiden Joko Widodo didampingi Mensesneg Pratikno (kanan), bersiap memberi keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (3/9/2017). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

tirto.id - Pimpinan DPR merespons penolakan Presiden Jokowi untuk bertemu Pansus Hak Angket KPK dengan sikap yang berbeda. Wakil Ketua DPR dari F-Gerindra Fadli Zon menyatakan Pansus harus mematuhi penolakan presiden.

"Kalau pemerintah bilang tidak, ya tidak," kata Fadli di DPR, Jumat (22/9).

Menurut Fadli, presiden memilik hak untuk menolak permintaan Pansus. Dirinya pun setuju dengan pernyataan presiden bahwa Pansus adalah domain DPR.

"Kalau presiden memang mau kan nanti juga diagendakan," kata Fadli.

Namun, karena Pansus sudah mengirim surat ke Pimpinan DPR untuk diteruskan ke presiden maka akan tepat dibahas di Rapat Pimpinan DPR. "Ya mekanisme tentu prosedurnya perlu ditempuh. Prosedurnya ditempuh karena itu sudah menjadi permintaan," ujar Fadli.

Berbeda dengan Fadli, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai penolakan Jokowi sebagai sebuah respons positif terhadap Pansus, bukan sebaliknya.

Menurutnya, presiden memberi ruang pada DPR untuk berdinamika secara bebas di Pansus. Sehingga, dengan begitu Pansus bisa lebih memacu kinerja mereka dalam memperkuat KPK.

"Jadi saya melihat pandangan presiden itu terdengar di saya itu, kerja saja sampai tuntas jangan setengah-setengah, nanti baru kita ambil keputusan di ujung," kata Fahri di DPR, Jumat (22/9).

Pasalnya, menurut Fahri, akan lebih baik bila presiden diberi tahu hasil akhir dari kinerja Pansus. Sehingga, presiden akan mudah mengambil keputusan politik bila dibutuhkan.

Di sisi lain, Anggota Pansus Hak Angket dari F-Golkar Misbakhun menyatakan Presiden Jokowi perlu mengetahui fakta-fakta yang ada tentang KPK. Maka penting bagi Pansus untuk berkonsultasi dan bertemu dengan presiden.

"Permasalahannya presiden harus tahu fakta apa yang sebenarnya terjadi dalam 15 tahun lahirnya KPK sebagai lembaga penegak hukum yang menangani masalah korupsi," kata Misbakhun melalui pesan Whatsapp, Jumat (22/9).

"Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan presiden harus tahu fakta itu sehingga informasi yang masuk lebih lengkap dan faktual," lanjutnya.

Fakta-fakta tersebut adalah terkait dengan kinerja KPK yang dinilai Pansus masih terdapat maladministrasi di dalamnya. Seperti halnya dalam 11 rekomendasi sementara yang telah dirilis oleh Pansus beberapa waktu lalu.

Salah satu poin dari 11 rekomendasi tersebut adalah dari aspek kelembagaan KPK dianggap bergerak menjadikan dirinya sebagai lembaga superbody yang tidak siap dan tidak bersedia di kritik dan diawasi, serta menggunakan opini media untuk menekan para pengkritiknya.

Baca juga artikel terkait PANSUS HAK ANGKET KPK atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto