tirto.id - Kabar lelayu itu diterima Nana Laksana pada Senin (3/4). Anaknya, Ipda Zasmi Dias meninggal dunia beberapa jam setelah ia minta didoakan ibunya agar perjalanan pulang dari tugas di Poso bisa selamat sampai ke Bandung.
“’Doakan Diaz, mau pulang jam 4 sampai di Bandung’," ujar Nana menirukan pesan anaknya.
Diaz telah bertugas di daerah konflik di Poso, mengejar sisa-sisa pengikut Santoso selama enam bulan. Di Operasi Tinombala, ia adalah Komandan Pleton 1 Kompi 2 Batalyon B Resimen 2.
Mengikuti perintah rolling pasukan, pada Senin itu akan pulang ke kesatuannya. Keluarga juga berencana menjemput Zasmi di Jakarta. Tapi Zasmi menolak rencana itu, karena dia berencana langsung pulang ke rumah di Jalan Ice Skating No.6 Perum Arcamanik Endah Kota Bandung.
Tapi beberapa jam sebelum pulang, Ipda Diaz ditemukan meninggal dunia di kamar mandi Masjid Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Sulteng sekitar pukul 16.15 WITA, dengan luka tembak di kepala.
"Barang bukti yang ada, selain pistol juga telepon selulernya," kata Kapolda Sulteng, Brigjen Polisi Rudy Sufahriadi. Rudy berjanji akan menyelidiki motif kematian ini, sebelum memastikan lulusan Akademi Polisi 2015 ini benar bunuh diri atau tidak.
Ia juga memastikan bahwa jenazah Diaz telah diterbangkan dari Bandara Sis Aljufri Palu, Selasa (4/4) dini hari sekitar pukul 02.30 WITA.
Perjalanan Ipda Zasmi ke Bandung selamat. Jenazah Zasmi tiba di kediaman rumahnya pukul 09.00 WIB dengan pengawalan dari petugas Brimob Sat II Pelopor.
Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Hendro Pandowo pun mendatangi rumah mendiang dengan memberikan penghormatan terakhir pada almarhum.
Di kediaman almarhum, sejumlah pelayat dan anggota polisi terus berdatangan ke rumah duka. Tampak karangan bunga dari Kapolri Jendral Tito Karnavian dan Komandan Korps Brimob Polri dijajakan.
Seperti disampaikan kepada Antara, Nana Laksana tak menyangka pesan singkat Ipda Azmi mohon doa dari sang ibu itu menjadi pesan terakhir dari anaknya.