tirto.id - Mantan Ketua GP Ansor, yang kini menjadi Ketua Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar, Nusron Wahid mengaku wejangan terakhir almarhum KH Hasyim Muzadi kepada dirinya berkaitan dengan Pilkada DKI Jakarta 2017.
Pesan Hasyim itu disampaikan kepada Nusron pada dua bulan lalu saat Kepala BNP2TKI tersebut membesuk almarhum.
"Saya tidak boleh terlalu keras kepada yang berbeda pilihan. Kata beliau (Hasyim), yang tidak memilih Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) juga sahabat. Hargai saja," kata Nusron di Ponpes Al-Hikam, Kota Depok, Jawa Barat pada Kamis (16/3/2017).
Nusron mengaku belajar banyak terhadap Hasyim, terutama sekali mengenai sikap keterbukaan almarhum terhadap semua kalangan dan perbedaan pendapat. Menurut Nusron, dirinya juga sempat empat kali berseberangan dengan Hasyim, tapi hubungan keduanya tetap akrab.
Perbedaan pendapat tersebut, kata Nusron, adalah seputar sikap politik keduanya sebagai sesama warga Nahdlatul Ulama. "Sepanjang pengabdian saya di NU sampai hari ini dengan beliau, saya pernah empat kali berbeda pendapat dengan beliau (Hasyim)."
Pertama, menurut dia, adalah sewaktu Hasyim hendak menyalonkan diri sebagai Wakil Presiden mendampingi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri di Pilpres 2004. Saat itu, Nusron, yang masih menjadi ketua Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), tidak setuju dengan keputusan politik Hasyim tersebut.
"Kami tidak setuju. Waktu itu kami berdebat panjang dengan beliau. Beliau ngotot dan kami menyarankan supaya Pak Kiai jangan masuk ke wilayah itu," kata Nusron.
Selanjutnya, perbedaan pendapat kembali terjadi antara almarhum dengan Nusron saat Hasyim hendak mencalonkan diri lagi sebagai ketua PBNU di Muktamar Solo di 2004. Sekali lagi, Nusron dan anak muda NU lainnya tidak setuju dengan keputusan itu.
Sementara, dua perbedaan lainnya antara Nusron dan Hasyim adalah ketika almarhum berniat menjadi Rais Am PBNU di dua muktamar NU, Makassar dan Jombang. Di kedua muktamar tersebut, Nusron mendukung kiai NU lainnya sebagai Rais Am PBNU.
Kendati sering berbeda pendapat, Nusron mengaku mendapat banyak pelajaran dari almarhum. Menurut Nusron, Hasyim adalah sosok yang sangat terbuka terhadap perbedaan.
"Biasanya kalau di NU ini ada kiai berbeda pendapat dengan anak muda seperti saya ini dianggap su'ul adab (tidak sopan). Tapi saya punya catatan empat kali berbeda pendapat dengan beliau, beliau sangat terbuka dan demokratis," kata Nusron.
Bahkan, menurut Nusron, almarhum selalu menerima kunjungannya untuk menghadap, baik sebagai santri maupun sebagai politisi, sekalipun pernah berbeda pendapat beberapa kali.
"Setiap kali setelah saya berbeda pendapat dengan beliau lalu menghadap, biasa saja. Ketawa-ketawa bersama. Kemudian berjuang bersama lagi," ujar Nusron.
Nusron juga menilai Hasyim merupakan pejuang NU dan Islam yang sistematis. Karena itu almarhum, di masa hidupnya, mampu mengintegrasikan faksi-faksi dalam Islam, sekaligus mengintegrasikan antara Islam dan nasionalisme dalam satu bingkai kebangsaan.
"Beliau saya akui adalah pejuang NU dan Islam yang sangat sistematis. Saya banyak belajar kepada beliau. Sangat konsisten. Apa yang beliau ucapkan sama dengan yang beliau lakukan," kata Nusron.
KH Ahmad Hasyim Muzadi lahir di Bangilan, Tuban, Jawa Timur pada 8 Agustus 1944 dan wafat di Malang, Jawa Timur pada Pukul 06.15 WIB, Kamis pagi, 16 Maret 2017. Jenazahnya akan dimakamkan di Pesantren Al Hikam, Kota Depok.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Addi M Idhom