Menuju konten utama

Perusahaan Sawit Terbukti Bakar Lahan Gambut Kalbar Didenda Rp238 M

PT Prana Indah Gemilang diputus bersalah atas karhutla di Kalbar dan didenda total Rp238 miliar.

Perusahaan Sawit Terbukti Bakar Lahan Gambut Kalbar Didenda Rp238 M
Pertugas Manggala Agni Daops Pekanbaru menyemprotkan air ke lahan gambut yang terbakar ketika berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Pekanbaru, Sabtu (18/1/2019). ANTARA FOTO/Rony Muharrman/pd.

tirto.id - Majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan memutus bersalah dan denda total Rp238 miliar terhadap PT Prana Indah Gemilang (PIG), perusahaan pemegang konsesi sawit di Kalimantan Barat. Putusan hakim dibacakan pada Rabu (28/7) dengan nomor perkara 801/Pdt.G/LH/2019/PN JKT.SEL.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajukan gugatan perdata, karena PIG bertanggung jawab atas pembakaran lahan gambut seluas 600 hektare di wilayah konsesi Kecamatan Matan Hilir Selaran, Kabupaten Ketapang Kalbar.

Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan, kemenangan atas gugatan tersebut membuktikan adanya komitmen untuk menindak pembakar hutan dan lahan yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

"Kabut asap yang ditimbulkan membahayakan kesehatan, seringkali berlangsung cukup lama. Satwa liar dan keanekaragaman hayati yang ada banyak yang terganggu bahkan mati. Ekosistem gambut rusak karena terbakar tidak dapat dipulihkan kembali seperti semula. Kerugian lingkungan dan ekonomi yang ditimbulkan sangat besar," kata Rasio Sani dalam keterangan tertulis, Rabu (29/7).

Majelis hakim juga mengkukum PT PIG larangan kegiatan apapun terkait lahan gambut, membayar bunga denda sebesar 6 persen per tahun dari total nilai ganti rugi lingkungan hidup dan membayar perkara Rp5,5 juta.

Dalam sidang putusan, tak ada perwakilan dari PT PIG, karena telah dipanggil secara patur, namun tidak hadir (putusan verstek).

Rasio Sani mengapresiasi majelis hakim yang memeriksa perkara, serta kinerja para ahli dan jaksa pengacara negara yang telah membantu KLHK dalam menangani perkara kebakaran hutan dan lahan, khususnya di Provinsi Kalimantan Barat.

"Kami melihat putusan PN Jakarta Selatan telah menerapkan prinsip in dubio pro natura, prinsip kehati-­hatian serta dalam mengadili perkara menggunakan beban pembuktian dengan prinsip pertanggungjawaban mutlak," ungkapnya.

Menurutnya, 9 dari 19 perusahaan yang digugat telah berkekuatan hukum tetap setelah terbukti memicu kebakaran lahan dan hutan (karhutla) di Indonesia.

Ridho berharap putusan tersebut dapat membuat jera perusahaan pemegang konsesi lahan lainnya agar tidak membakar lahan dan hutan untuk pembukaan perkebunan.

Baca juga artikel terkait KASUS KARHUTLA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Reporter: Zakki Amali
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz