tirto.id - “Secara prinsip pun, jalur berhimpitan itu enggak sehat, karena pemerintah akan membayar subsidi double untuk dua moda transportasi di jalur yang sama.”
Demikian pernyataan Agung Wicaksono saat dirinya masih menjabat sebagai Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, 17 Oktober 2018. Saat itu, Agung melempar usulan agar koridor I busway dihapuskan.
Sejak Senin (29/10), Agung sudah tak menjabat di PT MRT. Ia diangkat menjadi Direktur Utama PT TransJakarta, yang membawahi busway. Namun, pengangkatan Agung ini diklaim tak serta merta membuat rencana penghapusan koridor I cepat berjalan.
Penilaian itu disampaikan Direktur Operasional PT TransJakarta Daud Joseph.
“Bukan berarti Pak Agung sebelumnya adalah direktur di MRT Jakarta lalu kepentingan MRT Jakarta itu pasti jadi kepentingan utama. Tidak demikian,” kata Daud, Jumat (2/11/2018) kemarin.
Daud menyebut, penghapusan rute koridor I busway bukan perkara mudah. Merujuk data internal perusahaan, kata dia, bus TransJakarta mengangkut hampir 90 ribu penumpang di koridor tersebut setiap harinya. Koridor I ini terbentang dari Blok M hingga Kota sepanjang 12,9 kilometer dan punya 19 halte. Koridor ini sudah beroperasi sejak 2004 dan juga dilintasi bus dari Ciputat dan Ragunan.
“[Koridor] ini dilayani beberapa rute,” kata dia.
Untuk itu, kata Daud, perlu ada pertimbangan matang sebelum merumuskan kebijakan menghapus koridor I busway. Saat ini, kata dia, PT TransJakarta sedang menyusun rancangan induk transportasi yang terintegrasi.
“Nanti bisa kami umumkan hasilnya. Saat ini masih belum matang,” ungkap Daud.
Sementara itu, Corporate Secretary PT MRT Jakarta Tubagus Hikmatullah mengatakan usulan yang sempat dilontarkan Agung masih sebatas wacana.
“PT MRT Jakarta sampai hari ini belum membuat usulan resmi,” kata Hikmatullah kepada reporter Tirto, Sabtu (3/11/2018).
Hikmatullah menyebut PT MRT sedang mempersiapkan diri untuk mulai bisa beroperasi pada Maret 2019. Untuk itu, sejumlah kebijakan baru bisa muncul dan akan digodok bersama Pemprov DKI Jakarta.
Perumusan kebijakan ini salah satunya dilakukan lewat survei yang digelar pada April 2018. Dalam survei itu, PT MRT mencari usulan kebijakan apa saja yang perlu diambil untuk pengoperasian MRT. Salah satu poin yang ikut disurvei adalah keberadaan rute Blok M-Jakarta Kota yang sudah dilayani busway.
Saat disinggung soal hasil survei, Hikmatullah enggan buka mulut. Ia berdalih dirinya tak pantas bicara substansi survei. “Ini, kan, menyangkut perusahaan lain,” kata dia.
Meski begitu, Hikmatullah menyebut Dirut Baru PT TransJakarta Agung Wicaksono akan mengkaji keberadaan koridor I yang beririsan dengan rute MRT.
“Pak Agung akan melakukan kajian terkait koridor I,” kata Hikmatullah.
Dihubungi terpisah, praktisi transportasi dari Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan menilai penghapusan koridor I TransJakarta itu tidak perlu dilakukan.
Wacana penghapusan ini disebut Tigor berkebalikan dengan pengintegrasian moda transportasi. Integrasi seharusnya menyambungkan moda transportasi yang ada tanpa menghapus alternatif moda transportasi lain.
“Kalau berpikirnya harus ada satu yang ditutup untuk yang lain, itu malah enggak terintegrasi,” ucap Tigor.
Lebih lanjut, Tigor menilai keberadaan MRT dan TransJakarta di satu rute malah bisa memecah kepadatan. Untuk itu Tigor mengimbau PT MRT tidak perlu khawatir sepi penumpang karena masyarakat masih memilih untuk menggunakan busway.
“Pasti punya pasar dan kebutuhan yang berbeda-beda. Jangan berpikir kanibalisme dulu,” ungkap Tigor.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Mufti Sholih