Menuju konten utama

Pertemuan Jokowi-SoftBank dan PR Pemerintah Kembangkan e-Commerce

SoftBank akan menambah investasi di Indonesia hingga 3 miliar dolar AS dalam tiga tahun ke depan. Namun, pemerintah Jokowi dinilai masih punya banyak PR untuk mengembangkan bisnis digital.

Pertemuan Jokowi-SoftBank dan PR Pemerintah Kembangkan e-Commerce
Menko bidang Maritim Luhut Panjaitan (kedua kiri) berbincang dengan CEO Grab Anthony Tan (kiri), Founder dan CEO Softbank Masayoshi Son (kedua kanan) dan President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata (kanan) usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (29/7/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - SoftBank, perusahaan teknologi asal Jepang akan menambah investasinya di Indonesia sebesar 2 miliar dolar AS selama tiga tahun ke depan. Informasi ini diungkapkan CEO SoftBank, Masayoshi Son setelah bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin, 29 Juli 2019.

Masayoshi mengatakan investasi tambahan 2 miliar dolar AS itu akan diberikan ke perusahaan yang bergerak di bidang ekonomi digital atau e-commerce. Salah satunya Grab untuk membangun kantor pusat di Indonesia.

“Kami akan berinvestasi lebih banyak ke Indonesia,” kata Masayoshi seperti dilansir laman Setkab.

Selain itu, SoftBank juga berencana untuk lebih banyak berinvestasi di unicorn, dan juga berambisi untuk menciptakan lebih banyak unicorn di Indonesia. Fokusnya adalah mengembangkan artificial intelegence (AI) seperti Tokopedia.

“Tokopedia sudah 1% dari PDB Indonesia dan semakin banyak perdagangan elektronik berarti lebih baik bagi perekonomian dan kami menciptakan lebih banyak lapangan kerja,” jelas Masayoshi.

Hal senada diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Ia mengatakan, saat ini SoftBank sudah berinvestasi 2 miliar dolar AS dan usai bertemu Presiden Jokowi, mereka akan menambah 2 miliar dolar AS lagi.

Bahkan, kata Luhut, ada kemungkinan tambahan 1 miliar dolar AS lagi. “Jadi mungkin 5 miliar dolar AS dalam waktu 3 tahun ke depan,” kata Luhut.

Luhut menambahkan, SoftBank ingin lebih banyak lagi berinvestasi di Indonesia, terutama yang terkait listrik, seperti baterai lithium dan beberapa platform lain untuk infrastruktur mobil listrik.

Tak hanya itu, kata Luhut, SoftBank juga berminat untuk berinvestasi dalam bisnis energi baru terbarukan seperti angin, matahari, dan geotermal.

Pertemuan Masayoshi dan Jokowi tentu menggembirakan bagi investasi yang selama ini menjadi sorotan Jokowi. Meski demikian, hasilnya masih jauh dari total peluang yang sempat diucapkan Luhut, pada Jumat, 26 Juli 2019. Saat itu, Luhut menyebut bahwa SoftBank memiliki total dana 108 miliar dolar AS yang ingin diinvestasikan.

PR Pemerintah dalam Bisnis Digital

Ekonom dari Insitute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda menilai pemerintah setidaknya memiliki pekerjaan rumah (PR) besar dalam persoalan infrastruktur dan peraturan.

Nailul mencontohkan soal regulasi saja, Indonesia masih terganjal oleh Peraturan Pemerintah tentang Peta Jalan e-Commerce yang kerap direvisi. Padahal, kata Nailul, arah jalan yang jelas dibutuhkan bagi pengembangan ekonomi digital.

Di sisi lain, kata Nailul, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait perpajakan di e-Commerce yang sempat gaduh juga masih menimbulkan ketidakpastian.

Lalu yang tidak kalah penting, kata dia, adalah kehadiran RUU Perlindungan Data Pribadi yang menciptakan ketidakjelasan pada aspek perlindungan konsumen. Belum lagi peraturan itu juga diperlukan sebagai batasan perusahaan ekonomi digital untuk bergerak dalam memanfaatkan data.

Aspek lainnya yang menurut Nailul masih bermasalah adalah ketersediaan infrastruktur telekomunikasi. Hal ini terliaht jelas dari terbatasnya wilayah yang dapat mengakses layanan 4G bahkan banyak daerah yang belum mendapat sinyal 3G.

Kondisi tersebut, kata Nailul, membuat dirinya tidak heran bila Indonesia sendiri masih jauh dari perkembangan lanjutan yang mengarah pada 5G.

“Kendalanya ya masalah peraturan yang belum jelas dan infrastruktur yang belum merata. Pihak swasta akan melihat dua hal itu sebagai kunci utama berinvestasi,” ucap Nailul saat dihubungi reporter Tirto.

Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah mengatakan Indonesia sudah cukup menarik untuk menjadi sasaran bagi investor ekonomi digital. Dibandingkan negara sesama ASEAN, Piter mengatakan Indonesia lebih unggul dari sisi pengguna dan populasi.

“Kalau Indonesia ekonomi digitalnya itu sudah sangat menarik. Harus diakui pasar kita itu besar. Mudah mendapatkan pengguna atau downloader dalam jumlah besar,” ucap Piter saat dihubungi reporter Tirto.

Menurut Piter, PR pemerintah saat ini tersisa dari bagaimana menanggulangi risiko dari kemajuan yang ada. Menurut dia, selain insentif yang mempermudah, pemerintah perlu memikirkan dampaknya pada berbagai sektor yang sudah terpenetrasi ekonomi digital.

Dengan demikian, kata Piter, jangan sampai kehadiran para perusahaan itu malah bertolak belakang bagi perekonomian Indonesia.

“Justru sekarang kita, kan, sudah euforia. Sekarang pemerintah perlu pikirkan risiko ke depan. Kan banyak konglomerasi perusahaan ini besar-besar dan menguasai banyak bisnis. Apa dampaknya ke perekonomian,” ucap Piter.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Indonesian E-commerce Association (IdEA), Ignasius Untung mengatakan saat ini pengusaha ekonomi digital sangat membutuhkan kepastian hukum. Ia mengatakan dari sisi iklim investasi Indonesia memang perlu banyak perbaikan, tetapi ia menilai kondisi saat ini masih cukup baik.

Kalaupun ada kehadiran investor, Untung mengatakan sebagian besar kesepakatan dapat diselesaikan secara business to business (B2B). Pemerintah, kata dia, cukup menjadi wasit bagi para investor dan pengusaha. Jika perlu, kata dia, pemerintah dapat memberi insentif bagi investor yang mau menanamkan modalnya.

“Sekarang yang perlu bagi pengusaha itu kejelasan aturan dan ketentuan bagi pemain ekonomi digital,” ucap Untung saat dihubungi reporter Tirto, pada Senin (29/7/2019).

Dari sekian banyak polemik aturan seperti pajak e-commerce hingga PP E-commerce, menurut Untung, ada satu hal yang perlu dibenahi yaitu persaingan usaha antar-pemain. Menurut dia, saat ini dunia e-commerce dibanjiri oleh banyak promo sehingga dikhawatirkan menghambat masuknya pemain baru.

“PR sebenarnya banyak, tapi paling dekat aturan soal promo. Gimana strateginya. Ini banjir promo, penetrasi (pasar) jadi lebih cepat tapi jadi entry barrier buat pemain baru. Gak kuat adu bakar uang,” ucap Untung.

Baca juga artikel terkait E-COMMERCE atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz