tirto.id - Selain gaya rambut dan teknik tata rias wajah, pemilihan warna untuk pakaian, make up, dan aksesori pun kini ada rumusnya untuk mendongkrak penampilan agar semakin cemerlang.
Personal color analysis—demikian istilahnya dikenal selama ini. Bagi kamu yang rajin mengikuti tren fesyen dan kecantikan ala Korea Selatan pasti sudah sering mendengar tentang ini.
"Personal color analysis atau analisis warna personal adalah teknik untuk menentukan warna yang serasi bagi seseorang berdasarkan undertone (lapisan tipis di bawah kulit), warna kulit, warna mata, rambut," papar Certified Style, Color and Image Consultant Bonita D. Sempurno.
Warna-warna yang tepat akan menciptakan harmonisasi sehingga penampilan kulit dan wajah kita menjadi terlihat lebih segar, sehat, dan glowing.
Sebaliknya, mengenakan warna yang tidak komplementer mungkin akan membuat kita terkesan lelah, kusam, atau kurang sehat.
Cara mencari warna yang tepat dilakukan dengan teknik draping, yaitu menggantungkan kain dengan berbagai macam warna tepat di bawah wajah untuk menentukan kategori warna musim.
"Warna musim terbagi empat: summer, spring, autumn, winter. Ada juga pengaruh melanin, dibagi menjadi cool and warm, pengaruh intensity: deep and light, serta value: bright and soft," jelas Bonita.
Bonita menjelaskan bahwa pembagian warna ini pertama diperkenalkan oleh pelukis dan guru asal Swiss, Johannes Itten, pada awal abad ke-20.
“Itten mengamati masing-masing muridnya menggambar warna rambut dan mata yang sama dengan diri mereka sendiri. Dia lalu membagi warna, yang menjadi dasar dari sistem warna."
Dalam perkembangannya, analisis warna modern semakin populer setelah Carole Jackson menerbitkan buku Color Me Beautiful (1980).
Di dalam bukunya, Jackson membahas sistem warna secara rinci yang membagi kategori warna sesuai musim. Teori sistem warna inilah yang menjadi dasar bagi personal color consultant sampai sekarang.
“Lalu mulai banyak konsultan warna yang menawarkan layanan personal ke industri-industri," lanjut Bonita yang pernah belajar menjadi image consultant di Amerika Serikat tahun 2018.
Image consultant tidak sekadar mempelajari tentang warna, melainkan juga apperance (penampilan), behavior (perilaku), dan komunikasi.
"Personal image consultant membantu klien menemukan best version dan memaksimalkan penampilan terbaik dari mereka," tambah Bonita.
Beberapa tahun belakangan, personal color consultant semakin banyak ditemui di Indonesia. Sebagian besar dari mereka berkiblat pada tren yang lebih dulu berkembang di Korea Selatan, di mana analisis warna bisa dibilang sudah menjadi bagian dari budaya populer.
Melansir artikel Time tahun 2023, layanan konsultasi warna personal bahkan menjadi salah satu bucket list saat wisatawan berkunjung ke Negeri Gingseng.
Tarifnya bisa dibilang terjangkau untuk wisatawan asal AS, di kisaran 80-160 USD (antara Rp1,3 juta sampai Rp 2,6 juta).
Sedangkan tarifnya selama tiga jam di House of Brooklyn, New York mencapai 545 USD (sekitar Rp 8,9 juta).
Peminat analisis warna di Korsel ini berasal dari banyak lapisan, baik kalangan pengusaha, artis, konten kreator, sampai-sampai anak-anak muda Gen Z.
Selain mengetahui warna palet personal, pelanggan juga mendapatkan rekomendasi spesifik make up dan jenis perhiasan yang akan dibeli.
Bonita menetapkan biaya private konsultasi analisis warna sekitar Rp2,5 juta dengan durasi waktu 2,5 jam.
"Saat konsultasi di tempat saya, klien bisa membawa baju mereka untuk kami detox, kami pilihkan yang sesuai. Jika klien suka warna hijau, kami pilihkan hijau mana yang sesuai. Selain pakaian, saya juga memberi saran warna lipstik (make up), warna cat rambut, dan aksesoris yang cocok," ungkap Bonita.
Klien Bonita cukup tersegmentasi—kebanyakan berasal dari kalangan profesional: pengusaha, perempuan karier, dan pemilik perusahaan.
Menurut Bonita, tujuan dari analisis warna ini selain menemukan warna yang sesuai untuk seseorang, juga untuk menghemat waktu dan uang.
Dikutip dari situs penyedia layanan analisis warna Color Guru, teknik ini juga dapat meningkatkan kepercayaan diri kita secara signifikan. Terutama bagi pekerja profesional, pilihan warna yang tepat untuk gaya berbusana sehari-hari dapat menciptakan tampilan khas dan autentik dalam membentuk personal branding.
Salah satu peminat, dr. Wiwied, mengaku sangat senang dan menikmati kelas personal color analysis karena hobinya mix and match warna pakaian.
"Ingin tahu warna yang sesuai karakter, karena saya sering ketemu pasien dan klien. Selama ini baju saya warna earth tone yang netral seperti putih, cokelat, hitam—sangat monoton," ujarnya.
Setelah mengikuti workshop dengan Bonita, dr. Wiwied mulai paham tentang undertone, mapping warna, dan color season yang sesuai dirinya.
"Asyik juga, tidak membosankan sama sekali. Ternyata saya masuk bright winter. Artinya, saya cocok warna terang seperti biru elektrik dan fucshia. Aura saya langsung keluar saya menggenakan warna tersebut," jelasnya.
Ia mengaku lebih pede, bersemangat, dan berdaya setelah menggunakan warna-warna sesuai palet musimnya.
Nah, bagi yang belum memiliki kesempatan untuk berkonsultasi langsung dengan konsultan, tidak perlu khawatir.
Saat ini, dengan banyaknya sumber daya yang bisa ditemui di ruang digital, buku, dan aplikasi, siapa pun dapat memilih pendekatan mandiri untuk menganalisis warna.
Monik, seorang enterpreneur, adalah salah satu pengguna aplikasi personal color.
"Saya termasuk kategori cool winter. Seru, jadi tahu warna-warna apa saja yang membuat saya lebih bersinar—kebetulan warna favorit saya,” cerita Monik.
“Di aplikasi juga lengkap, ada rekomendasi warna lipstik dan make up. Kalau ada kesempatan, saya ingin bisa konsultasi langsung,” imbuhnya.
Di balik popularitas personal color analysis, ternyata tidak semua orang menggemarinya.
Verena Erin, pemilik akun YouTube My Green Closet, menyatakan tidak akan menggunakan warna palet sesuai musimnya.
Erin mengaku sudah cukup banyak belajar tentang personal color analysis. Menurutnya, sistem tersebut bisa menjadi red flag karena bisa menimbulkan rasa insecure. Apalagi, karakter manusia sangat beragam dan warna merupakan preferensi pribadi.
"Orang bisa saja suka warna tertentu, yang membuatnya lebih gembira dengan warna tersebut," ujar Verena dalam salah satu videonya tahun 2023 lalu.
Apabila merujuk pada sistem warna musim, Verena termasuk dalam kategori light spring, sedangkan warna yang tidak pas untuknya adalah dark green dan burgundy.
“Nyatanya, orang-orang bilang aku kelihatan cantik pakai warna-warna itu [dark green dan burgundy]. Aku jadi percaya diri memakainya,” ungkap Verena.
Bukan berarti Verena melarang penggunaan sistem analisis warna berbasis musim tersebut. Menurutnya, sepanjang kita suka dengan hasilnya dan merasakan manfaatnya, tentu bagus.
Selain Verena, konten kreator Joe Lee juga kurang cocok dengan sistem warna ini.
"Menurutku, personal color analysis sangatlah subjektif,” ujar Lee.
Dia melanjutkan, “Aku termasuk orang yang meyakini betul apabila kalian percaya diri dengan yang kalian pakai, maka kalian akan terlihat lebih keren saat memakainya. Jadi, kalau kalian merasa cocok pakai baju warna merah, pakai saja warna merah."
Tentu, bagi kamu yang tertarik, tidak ada salahnya untuk mencoba layanan personal color analysis—baik via aplikasi atau langsung ke konsultan yang kamu sukai.
Meski begitu, jika kekhawatiran sebenarnya terletak pada kepercayaan diri, lain ceritanya.
Utamanya, jangan pernah ragu untuk memakai pakaian, aksesori, atau riasan make up yang warnanya bikin kamu percaya diri dan bahagia, ya!
Penulis: Daria Rani Gumulya
Editor: Sekar Kinasih