tirto.id - Perpres tentang Ratifikasi Kesepakatan Perdagangan dengan Pakistan atau Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IP-PTA) diduga memicu lonjakan impor alkohol.
Hal itu didasari, pembaruan perjanjian tersebut memuat poin soal pembahasan bea masuk etil alkohol (etanol) ke Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Lili Asdjudiredja, anggota Komisi VI dari Fraksi Golkar dalam rapat bersama Kemenkumham dan Kemendag, Senin (11/2/2019). Menurut dia, etanol dapat menjadi bahan baku untuk minuman beralkohol.
"Saya tolak nomor 7 (salah satu poin perubahan perjanjian dagang) mengenai etil alkohol itu, karena etil alkohol ini bahan minuman keras," ungkap Lili.
Terkait hal tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto menyampaikan, bea masuk produk minuman beralkohol (minol) tidak akan dihilangkan oleh pemerintah pusat.
"Saya klarifikasi dulu bahwa yang dikasih bea masuk 0 persen itu etil alkohol sebagai bahan baku untuk sabun, komestik, obat, dan sebagainya," tutur dia.
Menurut Enggar, kelonggaran untuk produk minuman beralkohol itu tak akan diberikan. Hingga kini, bea masuk sebesar 15 persen masih diterapkan. Hal itu dilakukan dalam rangka pengendalian, termasuk dengan menaikkan cukai produk minol yang cukup tinggi, karena adanya kenaikan tahun ini.
"Jadi kita masih berlakukan persyaratan-persyararan seperti rekomendasi dan sebagainya, dan impor minuman alkohol tetap terkendali cukai alkohol tetap 150 persen. Ini tidak berarti, kita memperlebar untuk minuman alkohol," tutur dia.
Sementara itu, pembebasan bea masuk untuk produk alkohol etil, lanjut Enggar, diterapkan dengan tetap memperhatikan sejumlah syarat dan ketentuan untuk memastikan produk tersebut aman digunakan oleh industri.
"Pengaturannya dituangkan dengan beberapa syarat, dan itu sebagai pembatasan yang kami terapkan. Jadi kami masih berlakukan persyaratan-persyaratan seperti rekomendasi dan sebagainya," tutur Enggar.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Zakki Amali