Menuju konten utama

Pentingnya Menjaga Kewarasan Narapidana Agar Tak Bunuh Diri

Layanan kesehatan jiwa di dalam penjara penting dilakukan untuk menekan angka bunuh diri dan membantu kesiapan narapidana ketika bebas.

Pentingnya Menjaga Kewarasan Narapidana Agar Tak Bunuh Diri
Ilustrasi Penjara. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Jeffrey Epstein, pengusaha yang menjadi terdakwa perdagangan seks dikabarkan bunuh diri di sel penjara Metropolitan Correctional Center Manhattan, Amerika Serikat, Sabtu pagi (10/8/2019) waktu setempat.

Seperti dikabarkan The New York Times, pengusaha yang dituduh menjual gadis-gadis di bawah umur itu pernah ditemukan tak sadarkan diri di sel penjara bulan lalu dengan tanda di leher. Saat itu Epstein diduga tengah melakukan percobaan bunuh diri.

Setelah kejadian tersebut, Epstein ditempatkan di suicide watch dan diperiksa setiap hari oleh psikiater. Namun, ia keluar dari tempat itu pada 29 Juli dan kembali ke unit khusus, area yang terpisah dari penjara dengan pengamanan ekstra.

Jaksa Agung William P. Barr menyatakan bahwa mereka akan menyelidiki kematian Epstein.

“Saya terkejut setelah mengetahui bahwa Jeffrey Epstei ditemukan meninggal pagi ini karena bunuh diri saat berada di dalam tahanan federal,” ujar Barr. “Kematian Epstein memunculkan pertanyaan serius yang harus dijawab.”

Masih menurut The New York Times, semua penjara federal seperti Pusat Pemasyarakatan Metropolitan di Lower Manhattan memiliki program pencegahan bunuh diri untuk narapidana.

Narapidana yang berada dalam pengawasan suicide watch akan ditempatkan dalam sel dengan pemantauan khusus, dikelilingi jendela, dengan tempat tidur yang dibaut dan tidak dipasangi seprai. Seorang petugas pemasyarakatan atau narapidana terlatih juga akan menemani sang napi.

Robert Gangi, seorang ahli penjara dan mantan direktur eksekutif Asosiasi Pemasyarakatan New York, mengatakan bahwa penjaga biasanya akan mengambil tali sepatu dan ikat pinggang narapidana suicide watch.

Narapidana akan dikeluarkan dari suicide watch jika koordinator program, yang umumnya merangkap kepala psikolog, menyatakan mereka tidak lagi berisiko bunuh diri. Narapidana pun tidak akan keluar dari pantauan tanpa evaluasi psikologis melalui tatap muka.

Krisis Akses Kesehatan Mental di Penjara

Februari 2019 lalu, The New Yorker melaporkan tentang krisis pelayanan kesehatan di dalam penjara di Amerika Serikat, salah satunya adalah akses terhadap kesehatan jiwa bagi pesakitan.

Hasil penelitian dari Biro Statistik Keadilan (2017) yang dikutip New Yorker menyatakan hampir setengah dari tahanan menderita berbagai jenis penyakit mental, dan lebih dari seperempat orang berada dalam kondisi yang parah, misalnya menderita gangguan bipolar.

Jennifer M. Reingle Gonzalez dan Nadine M. Connell juga pernah melakukan studi serupa berdasarkan wawancara terhadap 18.185 tahanan dalam Survei Narapidana 2004 di Lembaga Pemasyarakatan Negara Bagian dan Federal di Amerika Serikat.

Melalui penelitian berjudul “Mental Health of Prisoners: Identifying Barriers to Mental Health Treatment and Medication Continuity” (PDF) yang dipublikasikan pada tahun 2014 tersebut, Gonzales dan Connell menemukan bahwa depresi adalah kondisi kesehatan mental yang paling umum dilaporkan para tahanan, diikuti oleh mania, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma.

Masih dari New Yorker, sejumlah besar narapidana berada dalam kondisi tertekan dan beberapa di antaranya membutuhkan pemantauan ketat dan perawatan khusus yang tidak disediakan penjara.

Infografik Kesehatan Mental di penjara

Infografik Kesehatan Mental di penjara. tirto.id/Quita

“Banyak penjara di daerah pedesaan atau miskin, di mana pihak administratur mengeluh ketiadaan sumber daya atau keahlian untuk menyewa, melatih, dan mensupervisi dokter dan perawat sesuai tuntutan khusus yang dibutuhkan fasilitas,” tulis The New Yorker.

Di sisi lain, narapidana berhak atas standar perawatan yang penyediaannya diwajibkan oleh hukum.

Masalah kesehatan mental di penjara tak hanya terjadi di Amerika Serikat, tetapi juga di Inggris. Berdasarkan pemberitaan The Guardian pada 2017, jumlah kasus orang melukai diri sendiri dalam penjara Inggris mengalami peningkatan 73 persen pada 2016, jika dibandingkan dengan tingkat kejadian di 2012 atau sebanyak 40.161 kejadian. Guardian juga mencatat 120 kematian bunuh diri di dalam penjara selama 2016. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dari kasus yang tercatat pada 2012.

Di Australia, Lembaga Kesehatan dan Kesejahteraan Australia mencatat satu dari empat narapidana menjalani pengobatan untuk masalah kesehatan mental saat berada di dalam penjara.

Pemantauan Kesehatan Mental di Penjara

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), narapidana adalah salah satu kelompok sosial yang memiliki risiko bunuh diri tinggi. Dalam catatan WHO, bunuh diri adalah penyebab kematian tertinggi di lingkungan pemasyarakatan.

Ada beberapa faktor meningkatkan potensi gangguan mental di penjara, misalnya kehilangan hak sosial, isolasi, serta dampak psikologis dari penangkapan dan penahanan. Tak hanya itu, tekanan kehidupan di dalam lembaga pemasyarakatan seperti konflik dengan penghuni lain hingga kelebihan kapasitas ruang tahanan juga bisa memengaruhi kondisi kejiwaan, karena ruang gerak narapidana yang sempit dan berkurangnya privasi .

WHO menyarankan pejabat pemasyarakatan agar lebih sadar akan pentingnya menjaga kesehatan mental narapidana. Masalahnya, bunuh diri narapidana bisa memicu stres bagi petugas dan narapidana lain yang melihatnya.

Selain itu, fasilitas kesehatan jiwa yang mumpuni di dalam penjara dapat membantu kesiapan para narapidana ketika menghirup udara bebas. Ini penting, sebab dalam interaksi sosial pasca-penahanan, mereka mungkin akan mengalami stigma di masyarakat.

Sayangnya tak semua lembaga pemasyarakatan memahaminya. Banyak orang yang masih menilai gangguan mental sebagai konsekuensi atas pelanggaran hukum dilakukan napi.

_________

Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.

Baca juga artikel terkait KESEHATAN MENTAL atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Widia Primastika
Editor: Windu Jusuf