tirto.id - Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aloysius Kiik Ro, mengatakan total lilabilitas atau utang perseroan plat merah per-September 2018 mencapai Rp5.271 triliun.
Dari jumlah tersebut, sektor keuangan mendominasi dengan Rp3.311 triliun. Sementara di sektor non keuangan, utang BUMN mencapai Rp1.960 triliun.
"Kalau di lihat, kontribusi memang di sektor keuangan paling besar," ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Selasa (4/11/2018).
Kendati demikian, perlu di catat 74 persen atau Rp2.248 triliun utang BUMN di sektor keuangan tersebut merupakan simpanan dana pihak ketiga.
Utang ini tak perlu dikhawatirkan karena bukan merupakan pinjaman untuk pembiayaan proyek BUMN.
"Ini bukan konsep antara kreditur dan debitur. Ini not really hutang," tuturnya.
Sehingga, kata Aloysius, utang di sektor riil perlu dibayarkan hanya sebesar Rp2.488.
"Di dalam utang ada utang berbunga kepada kreditur dan ada dana pihak ketiga dengan pemerintah, atau pegawai dan sehari-hari, itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan," imbuhnya.
Berikut 10 perseroan dengan lilabilitas terbesar sebagai berikut:
1. BRI menanggung utang - Rp1.008 triliun
2. Bank Mandiri menanggung utang - Rp997 triliun
3. BNI menanggung utang - Rp660 triliun
4. PLN menanggung utang - Rp543 triliun
5. Pertamina menanggung utang - Rp522 triliun
6. BTN menanggung utang - Rp249 triliun
7. Taspen menanggung utang - Rp222 triliun
8. Waskita Karya menanggung utang - Rp102 triliun
9. Telekomunikasi Indonesia menanggung utang - Rp99 triliun
10. Pupuk Indonesia menanggung utang - Rp76 triliun
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yantina Debora