tirto.id - Mayoritas rumah sakit di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, hanya mengantongi surat izin sementara pembuangan limbah dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman karena terkendala sulitnya prosedur untuk memperoleh izin tetap, Jumat (31/1/2020).
"Karena ada kendala tersebut kami berani ambil kebijakan untuk mengeluarkan izin sementara pembuangan limbah rumah sakit," kata Kepala DLH Kabupaten Sleman Dwi Anta Sudibya di Sleman, melansir Antara.
Menurut dia, izin sementara tersebut tetap dengan syarat hasil pengujian limbah dalam tiga bulan terakhir harus dinyatakan baik, dan sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
"Agar tidak ada manipulasi laporan, pengujian limbah dilakukan oleh laboratorium yang terakreditasi," katanya.
Ia mengatakan, izin sementara tersebut berlaku selama satu tahun, dan pihak rumah sakit dapat memperpanjang kembali.
"Alasan kami bersedia mengeluarkan izin temporer demi operasional rumah sakit. Izin sangat ditunggu rumah sakit untuk syarat operasional. Kalau tidak dapat izin maka tidak bisa kerja sama dengan BPJS," katanya.
Dwi mengatakan, hampir semua rumah sakit di Sleman hanya mengantongi izin sementara, yang memiliki izin tetap, rata-rata hanya rumah sakit yang berlokasi di dekat sungai karena mudah untuk mencari tempat pembuangan limbah cair.
"Sesuai ketentuan, limbah cair rumah sakit sama dengan limbah domestik. Pembuangannya ada dua cara yakni dimasukkan ke badan sungai atau diresapkan ke tanah," katanya.
Namun izin pengaplikasian limbah ke dalam tanah, sulit bahkan prosesnya harus sampai ke Jakarta.
"Kalau limbah dibuang ke badan sungai, kesulitannya ada pada jalur yang harus terpisah sendiri. Tidak boleh di irigasi maupun drainase," katanya.
Pembuatan jalur pembuangan limbah ini yang sulit apalagi jika melintasi jalan nasional, mengurus izinnya harus sampai ke pusat.
Ia mengatakan, izin sementara yang dikeluarkan Pemkab Sleman tidak memiliki batas waktu pembaruan. Rumah sakit boleh berkali-kali mengajukan perpanjangan selama izin tetapnya belum turun.
"Memberikan izin, artinya pemkab dituntut konsekuen memonitor buangan limbah agar tidak mencemari lingkungan," katanya.
Menurut dia, limbah cair yang dibuang rumah sakit, kualitasnya terjaga. Untuk monitoring, rumah sakit wajib melaporkan dokumen UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup)-UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) setiap enam bulan sekali.
"Di dalam laporan juga ada hasil rekam uji laboratorium. Saat rumah sakit akan mengajukan pembaruan izin sementara, data tiga bulan terakhir itu kami cermati betul. Kalau ada keluhan, masyarakat juga bisa melapor kepada kami, nanti akan jadi bahan pertimbangan," katanya.
Saat ini limbah cair dari rumah sakit, rata-rata dibuang ke drainase. Beberapa RS bekerja sama dengan IPAL Sewon, Bantul.
"Untuk limbah medis atau limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), merupakan kewenangan pusat. Kami hanya menerbitkan izin penyimpanan sementara di rumah sakit. Setelahnya, pihak rumah sakit bekerja sama dengan transporter untuk mengangkut limbah ke unit pengolahan di Jawa Barat," katanya.
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Agung DH