Menuju konten utama

Penggiat Film Indonesia Mendominasi Penghargaan JAFF 2017

Komika tanah air, Ernest Prakasa, secara mengejutkan berhasil menyabet penghargaan Sutradara Terbaik lewat film Cek Toko Sebelah.

Penggiat Film Indonesia Mendominasi Penghargaan JAFF 2017
Ernest Prakasa mendapat penghargaan Sutradara Terbaik di Program JAFF-Indonesia Screen Award (JAFF-ISA), di Hotel Grand Aston Yogyakarta, Kamis (7/12/2017). tirto.id/Dipna Videlia

tirto.id - Sejumlah sineas Indonesia merajai berbagai penghargaan di puncak acara Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-12, Kamis (7/12/2017) di Cielo 37 Degree by Javanegra, Hotel Grand Aston, Yogyakarta.

Malam penghargaan yang dimulai pukul 19.50 WIB ini dibuka oleh Christine Hakim, Garin Nugroho, dan Jonatan Dion Setyawan. Pembawa acara, Gundhi dan Sekar Sari membacakan penghargaan program Jogja Future Project Awards. Program ini diberikan kepada para sineas muda Yogyakarta yang dinilai memiliki bakat dan kualitas dalam perfilman.

Jogja Future Project Awards memiliki lima kategori pemenang, yaitu Geber Kalicode, FOCUSEDFuture Award, Synchronize Future Award, Super 8mm Studio, dan Best Future Projects.

Viko Amanda dari X-Code memberikan penghargaan untuk kategori Geber Kalicode kepada Igo Nude karya Dharma Nugraha. Kategori Synchronize Sound Award diberikan oleh Hadrianus Eko kepada Alang-Alang.

Selanjutnya, kategori Super 8mm Studio diberikan kepada Alang-Alang (Khusnul Khitam). Kategori utama dari Jogja Future Project Awards memilih tiga orang sebagai pemenang. Sutradara Fool’s Treasure, Henricus Pria, menyabet Best Future Project sebagi pemenang pertama.

Juri memberikan catatan kepada Fool’s Treasure sebagai film yang menyajikan intrik dengan rasa penasaran, kefasihan, dan visi yang kuat. Posisi kedua diisi oleh Najam Yardo untuk filmnya Perempuan Bahulaweyan dan Rivandy Adi Kuswara dengan film Ruwat mendapat posisi ketiga.

JAFF juga memberi kesempatan kepada mahasiswa-mahasiswa dari delapan perguruan tinggi di Yogyakarta untuk memilih film yang mereka nilai sebagai film terfavorit dalam kategori Jogja Student Award. Mereka memilih karya Lanka Bandaranayakeh berjudul Tradition sebagai film favorit.

Kategori Blencong Award dari Program Light Of Asia dimenangkan oleh My Father’s Room karya Nari Jang. Film animasi yang mengangkat sosok perempuan di tengah keluarga patriarki ini begitu memikat para juri.

Tiga juri, Reza Rahardian, Wregas Bhanuteja, dan Anocha Suwichakornpong memberi catatan untuk film ini sebagai film animasi yang amat kuat dengan gaya yang cair dan memberikan dampak yang besar kepada penonton.

Geber Award yang menjangkau film-film sutradara muda memilih Aqerat karya Edmund Yeo sebagai yang terbaik. Film ini memikat hati ketiga juri dengan komentar sebagai karya personal yang membawa muatan yang aktual dan relevan dalam kemasan yang segar.

Sementara untuk Program JAFF-Indonesia Screen Award (JAFF-ISA) yang menampilkan deretan film buatan para sutradara Indonesia. Enam kategori pemenang diberikan untuk program ini. Film Posesif mendominasi penghargaan dengan perolehan tiga piala.

Untuk kategori Film Pendek Terbaik, dewan juri memberikan penghormatan kepada Adi Marsono dengan filmnya bertajuk Kisah di Hari Minggu. Penulis naskah Galih & Ratna, Fatha Todjon, mendapatkan kehormatan sebagai pemenang kategori Penulis Naskah Terbaik.

Kategori Sinematografi Terbaik jatuh kepada Batara Gumpar dari Posesif. Putri Marino sebagai salah seorang aktor yang bermain di Posesif juga menyusul dalam daftar pemenang, Aktor Terbaik.

Komika tanah air, Ernest Prakasa, secara mengejutkan berhasil menyabet penghargaan Sutradara Terbaik. Penghargaan terakhir dalam program JAFF-ISA ialah Film Panjang Terbaik, jatuh kepada Posesif.

Ada dua penghargaan inti JAFF, yaitu Netpac Award dan JAFF Award. Film Love and Shukla menjadi pemenang Netpac Award. Film karya Jatla Sidharta itu dipilih karena mengungkapkan kejujuran tentang dunia yang kompleks dan sesak tetapi senantiasa berusaha mencari bentuk komunikasi yang sejati.

Kategori JAFF Award memiliki dua kategori pemenang yaitu Silver Hanoman dan Golden Hanoman. Penghargaan Silver Hanoman membubuhkan nama Anocha Suwichakornpong. Film Suwichakornpong bertajuk By The Time It Gets Dark mencampurkan relasi masa lampau yang kelam dengan masa kini yang cenderung kelam dan hampa.

Terakhir, kategori Golden Hanoman jatuh kepada The Seen and Unseen karya Kamila Andini. Film tersebut mendapat pujian dari dewan juri sebagai puncak pencapaian teristimewa dari sinematografi yang mampu menciptakan unsur-unsur aural- visual dari narasi perjalanan penuh emosial seorang anak dalam penantian jawaban.

Ernest Prakasa, yang menyabet penghargaan Sutradara Terbaik dalam program JAFF-Indonesia Screen Award (JAFF-ISA) mempersembahkan kemenangan ini untuk orang-orang minoritas.

"Saya sebagai orang yang baru di dunia ini, semoga bisa jadi motovasi, bikin film yang lebih bener, yang layak diapresiasi,saya persembahkan untuk teman minoritas di luar sana, berkaryalah supaya karya kita bisa didengar," kata Ernest, di Yogyakarta, Kamis (7/12/2017).

Ernest juga berpesan pada para sineas muda agar jangan takut untuk berkarya agar iede-ide itu tidak hanya berhenti sebagai wacana.

"Yang pengin buat film, buat aja, teknologi udah gampang, kalau punya niat, ngedit banyak aplikasi, jangan kebanyakan wacana. Setelah itu bisa ikut festival, ikut perlombaan untuk mengukur dan melatih diri dan menambah nteworking, jadi kalau elo mau bikin film, go! Bikin, jangan kebanyakan wacana," kata Ernest kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait JAFF 2017 atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Film
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra