Menuju konten utama

Pengamat Sesalkan Penggerudukan Felix Siauw di Balai Kota DKI

"Saya juga kurang suka dengan Felix Siauw dan saya mendukung GP Ansor ingin mengedepankan Islam yang inklusif, tapi enggak begini juga. Kita harus adil," kata Adi Prayitno.

Pengamat Sesalkan Penggerudukan Felix Siauw di Balai Kota DKI
Ustaz Felix Siauw. instagram/felixsiauw

tirto.id - Penggerudukan Felix Siauw saat memberikan ceramah atas undangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di masjid balai kota, Rabu (26/6/2019), oleh GP Ansor disesalkan pengamat ilmu politik yang juga seorang akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno.

Meskipun Felix Siauw kerap dikaitkan dengan gerakan khilafah dan dikaitkan dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sudah dilarang oleh pemerintah, Adi beranggapan seharusnya aksi penggerudukan itu tidak perlu dilakukan.

"Ya mestinya kita tidak berhak menghakimi siapa pun yang berbeda, apalagi keyakinan tertentu. Walaupun Felix Siauw dianggap radikal atau apalah. Ini ‘kan jadi enggak sehat,” kata Adi saat dihubungi Tirto.id, Kamis (27/6/2019) sore.

“Harusnya yang dilakukan GP Ansor terlebih dahulu adalah memberikan keberatan ke pihak keamanan atau Pemprov [DKI Jakarta], bukan asal geruduk aja. Itu logika demokrasi yang sederhana,” lanjutnya.

Menurut Adi, tidak seharusnya suatu pihak merasa paling benar daripada pihak lain. Ada hukum yang mengatur tentang itu karena Indonesia adalah negara hukum, “Kita tak bisa merasa paling benar atau paling berhak atas segala sesuatu di Indonesia. Kebenaran di Indonesia itu menurut hukum, bukan menurut ormas.”

“Apa GP Ansor sudah memastikan terlebih dahulu ke pihak kepolisian atau Kemendagri bahwa Felix Siauw memang dilarang berdakwah? ‘Kan dia enggak dilarang. Dia masih punya hak," imbuh Adi.

“Persoalan dia pro-khilafah kek, ikut Taliban kek, bukan domain kita menghakimi dia. Jangan menghalangi kebebasan berekspresi dan berpendapat dia. Kalau memang mengkhawatirkan, ya laporkan, bukan asal geruduk. Itu tidak dibenarkan secara demokrasi," bebernya.

Adi menilai, seharusnya yang dilakukan GP Ansor adalah dengan melakukan dakwah tandingan dan memperbesar pengaruhnya, bukan dengan melarang pihak lain melakukan dakwah.

"Memang di tengah zaman terbuka seperti ini yang mana ‘umat menjadi ladang basah’, ormas-ormas Islam, siapapun tokoh, ustaz, ulama, kalau ingin berdakwah dan memperbesar pengaruh ya sah-sah saja,” tutur Adi.

“Kalau ada kekhawatiran pengaruh dia akan membesar,” sambungnya, “ya harus ada narasi tandingan, pakai cara dakwah juga, daripada harus geruduk. Jangan sampai karena pengaruh kita kurang, terus kita gunakan cara preman," katanya.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini menambahkan, ”Saya juga kurang suka dengan Felix Siauw dan saya mendukung GP Ansor ingin mengedepankan Islam yang inklusif, tapi enggak begini juga. Kita harus adil.”

“Dulu yang minoritas-minoritas seperti Ahmadiyah dan Syiah dipersekusi dan dikecam oleh ormas-ormas tertentu, kita pada protes semua. Kenapa malah sekarang dia dilarang? Apa bedanya? Bagaimanapun harus dilindungi," lanjutnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, GP Ansor memprotes acara ceramah yang menghadirkan Felix Siauw di Masjid Fatahillah, Balai Kota DKI Jakarta. Menurut Ketua GP Ansor DKI Jakarta, Abdul Azis, Felix Siauw adalah tokoh HTI, organisasi yang sudah dilarang pemerintah.

“Pemprov DKI sebagai simbol ibu kota mengundang tokoh HTI yang jelas-jelas menolak Pancasila yang ada di republik ini. [...] Itu yang mencederai keutuhan Pancasila dan NKRI,” tandas Abdul Azis.

Baca juga artikel terkait FELIX SIAUW atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Iswara N Raditya