tirto.id - Bentrokan terjadi pada Sabtu (15/4/2017) waktu setempat antara para pendukung dan penentang Presiden Donald Trump ketika masing-masing kelompok itu mengadakan rapat umum. Dari peristiwa itu, polisi menangkap sedikitnya 20 orang dan berusaha melerai dua kubu yang berseteru itu.
Pihak berwajib terpaksa menggunakan bahan peledak ke arah satu titik dalam usaha memulihkan ketertiban ketika perkelahian pecah di antara dua kelompok itu. Bahkan, orang-orang saling melempar botol-botol dan kaleng-kaleng padahal dua kubu tersebut telah dipisahkan oleh sebuah penghalang.
Akibatnya, sejumlah orang berdarah dan menderita luka-luka ringan. Namun, belum ada kata resmi mengenai korban luka-luka atau meninggal dari pihak berwajib. Media yang mengutip kepolisian melaporkan sedikitnya 11 orang luka-luka.
Polisi mengatakan penangkapan-penangkapan bisa dilakukan setelah rekaman video diambil selama bentrokan diselidiki.
Peristiwa itu terjadi ketika ratusan penentang Trump mengadakan aksi tandingan di sebuah taman yang bersamaan waktunya ketika sebagian besar pendukung Trump menyelenggarakan "Hari Patriot" yang di dalamnya peserta dapat bebas berbicara dan piknik. Antara 500 dan 1.000 orang berada di taman itu sementara pawai berlangsung.
Di antara penentang Trump, ada sejumlah orang yang mengenakan masker dan berpakaian hitam. Di pihak lain termasuk mereka yang menamakan dirinya "patriot" dan "nasionalis", pendukung Trump, dan pendukung kebebasan bicara dan kelompok-kelompok lain.
Daryl Tempesta (52), yang mengatakan ia berdinas di Angkatan Udara AS menjelang akhir Perang Dingin, ikut pawai untuk menunjukkan dukungan bagi Trump.
"Sebagai veteran, saya ingin lintasan Amerika berada di jalurnya, dan Trump ingin lakukan dan mengatakan kita masih Amerika dan kita tidak akan jadi globalis, kita tidak akan jadi negara komunis," kata Tempesta. "Itulah pesan yang saya dapat tangkap."
Pasar mingguan bagi para petani ditangguhkan menjelang pawai itu karena khawatir akan terjadi kekerasan. Kendati demikian, masih ada yang menjual sayuran segar di tengah-tengah bentrokan fisik itu, ledakan-ledakan dari petasan dan kembang api dan asap mengepul ke udara.
"Kami memutuskan untuk tetap buka karena ini usaha kami untuk cari nafkah," ujar tim Mueller, seorang petani yang memiliki lapak di tempat itu, yang terkepung para pemerotes dari kedua kubu.
Seperti yang diwartakan Antara, Minggu (16/4/2017), sedikitnya 100 orang dari kedua kubu akhirnya keluar dari taman dan pergi ke salah satu persimpangan utama di Berkeley, tempat mereka meneruskan perkelahian, mengumpat dan memaki-maki satu sama lain.
Jumlah personel kepolisian relatif sedikit saat itu, dan hanya dua atau tiga personel tampak dekat persimpangan itu.
Untuk diketahui, Berkeley memiliki sejarah panjang aktivitas liberal dan Universitas California, Berkeley, adalah pusat protes pada tahun 1960-an.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari