tirto.id - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun menilai, DPR memiliki wewenang untuk membuat undang-undang. Namun, DPR tidak bisa bergerak sendiri untuk merealisasikan undang-undang tersebut.
"Kalau memang DPR ingin membuat undang-undang penyadapan, ya tentu DPR harus membahas bersama dengan pemerintah," kata Tama saat dihubungi Tirto, Rabu (13/9/2017).
Namun, Tama mengingatkan, pembuatan UU tidak sebentar karena memerlukan pembahasan serius. Selain itu, sejumlah pertimbangan harus diperhatikan sebelum menerbitkan sebuah undang-undang.
Tama tidak memungkiri penyadapan memang perlu diatur. Akan tetapi, ia mengingatkan, undang-undang penyadapan tidak bisa berlaku kepada KPK karena mempunyai kewenangan bersifat khusus atau lex specialis.
Dalam UU, KPK berhak menyadap tanpa perlu perizinan dari lembaga pengadilan. Undang-undang tersebut bersifat umum atau lex generalis. Apabila ingin mengatur penyadapan KPK, maka DPR harus mengubah Undang-Undang KPK yang mengatur tentang penyadapan.
Sebelumnya, Ketua Komisi III Bambang Soesatyo menyatakan Komisi III DPR akan berinisiatif membuat RUU tentang Tata Cara Penyadapan karena berdasarkan keputusan MK bahwa penyadapan itu harus diatur dengan UU.
Politikus Partai Golkar ini menjelaskan tata cara penyadapan harus diatur melalui UU karena proses penyadapan tidak hanya dilakukan KPK, tetapi juga berlaku di Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Namun dari banyak lembaga itu, hanya KPK yang tidak membutuhkan izin dalam melakukan penyadapan.
"Komisi III DPR sudah menunjuk Arsul Sani dari Fraksi PPP sebagai penanggung jawab penyusunan RUU tersebut dan segera memulai melaksanakan dan mengundang berbagai pendapat akademisi untuk penyusunan RUU tersebut karena penyadapan bukan hanya hak KPK," kata Bambang, Selasa (12/9).
Baca juga:
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto