tirto.id -
Hal itu menyebabkan pendapatan dari sektor jasa keuangan PT Pos turun 14,3 persen menjadi hanya Rp1,11 triliun pada 2015. Selain itu, capaian tersebut juga hanya memenuhi 73% dari target perusahaan saat itu sebesar Rp1,53 triliun.
"Bisa dibayangkan likuiditas yang tadinya selalu ada kemudian ditarik begitu saja, sejak 2004-2016 pos dapat tugas menyampaikan PKH ini atau bantuan langsung tunai itu. Alasannya dulu Pemerintah untuk memudahkan pengendalian uang tunai, transparansi dan sebagainya," tutur Eddi saat ditemui di kantornya, Kemarin (7/2/2019).
Untuk itu, Eddi berharap pemerintah memberikan penugasan-penugasan di sektor bisnis Pos lainnya seperti pengiriman dokumen milik kementerian atau lembaga. Apalagi, kurir pengantar dokumen dari pemerintah sangat besar.
Eddi menyampaikan target pendapatan dari jasa kurir dokumen pemerintah tahun ini mencapai Rp5,9 triliun dengan laba bersih Rp300 miliar. Hal tersebut dinilai mampu mengerek pendapatan usaha PT Pos dan membuat kinerja keuangan perseroan membaik.
"Potensinya masih sangat besar, pengaruhnya ke pendapatan masih sangat signifikan," kata Eddi.
Pada 2018, ia menyebut bahwa laba PT Pos bakal kembali susut ke angka Rp100-an miliar dari yang sebelumnya di angka Rp355 miliar pada 2017. Namun, angka pastinya masih dalam proses audit sehingga belum bisa dibuka ke publik. 2018 masih untung tapi labanya turun," ungkapnya.
Selain karena hilangnya proyek dari dana bansos, seretnya keuangan PT Pos juga disebabkan layanan pos universal, yakni layanan public service obligation (PSO) yang tidak dibayarkan penuh oleh pemerintah.
"Persoalannya begini, postal masih melayani pos universal yang sebetulnya itu PSO. Tapi berbeda dengan PSO, yang diberikan kepada Pertamina, PLN, PT KAI yang pemerintah membayar full cost recovery. Untuk PT Pos, PSO-nya sebagian ditombokin oleh PT Pos sendiri," tuturnya.
Jika penugasan itu bisa dibayarkan pemerintah secara penuh, seperti mekanisme pembayaran layanan penugasan lainnya kepada perusahaan BUMN lainnya, Eddi yakin laba perseroan bisa meroket mendekati target yang dipatok pada 2018, sebesar Rp400 miliar.
"Jadi, kalau diberikan full, laba kita melompat tambahannya bisa Rp200 miliar-Rp300 miliar. Tetapi, sebagian laba kita biayakan subsidi yang kurang itu, akhirnya laba tergerus ke bawah. Jadi, pos melayani tugas seluruh Indonesia, ada 2.600 kantor untuk layanan pos universal yang kategori subsidi, tetapi dibatasi," pungkasnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Nur Hidayah Perwitasari