Menuju konten utama

Penambahan Jam Sekolah Harus Berisi Kegiatan Menyenangkan

Aktivitas yang menyenangkan menjaga agar siswa betah di sekolah selama delapan jam tanpa ada rasa tertekan.

Penambahan Jam Sekolah Harus Berisi Kegiatan Menyenangkan
Tiga orang murid sekolah dasar membuat Kincir Angin tenaga listrik untuk digunakan di rumah adat Papua dalam ajang Gebyar Sains Nasional Tingkat Sekolah Dasar. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal.

tirto.id - Pengamat pendidikan Budi Trikorayanto menyatakan penambahan jam pelajaran seperti yang tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 23 tahun 2017 mestilah diisi dengan kegiatan yang menyenangkan, bukan kegiatan belajar mengajar di kelas.

"Saya melihat hal ini cukup positif. Yang penting harus diciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Kegiatan yang terutama kalau saya lihat untuk seni dan olahraga," kata Budi kepada Tirto, Selasa (13/6/2017).

Menurutnya, hal itu untuk menjaga agar siswa betah di sekolah selama delapan jam tanpa ada rasa tertekan sehingga pada akhirnya tidak mencari pelampiasan lainnya seperti game online dan geng motor yang sifatnya tidak positif bahkan kontraproduktif untuk siswa.

"Kalau dipaksakan dengan materi di dalam kelas yang terus terang menurut pandangan banyak anak itu membosankan, saya kira itu akan gagal," katanya menjelaskan.

Selain itu, menurutnya, dengan kegiatan yang menyenangkan dan bersifat seni budaya akan selaras dengan pandangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy agar seniman masuk sekolah.

"Karena ini sinkron dengan pandangan Pak Menteri [Mendikbud] bahwa seniman harus masuk sekolah. Lalu, dengan sarjana pendidikan luar sekolah itu juga mesti ada di sekolah. Sehingga saya kira mereka ini bisa mendesain kegiatan di luar kelas yang sifatnya membangun," tuturnya.

Bahkan, dirinya pun tidak mempersoalkan adanya kegiatan ekstrakurikuler keagamaan seperti yang ada dalam Pasal 5 peraturan tersebut asalkan juga dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan.

"Kalau diisi dengan kegaiatan keagamaan juga oke, tapi yang sifatnya bukan indoktrinasi. Melainkan kegiatan keagamaan yang menyenangkan ya," ujarnya memaparkan.

Sebelumnya, Muhadjir Effendy menyatakan bahwa kegiatan keagamaan yang dilaksanakan bukan semata di dalam kelas.

Karena, fungsi dan tujuan dari program tersebut adalah untuk pengembangan karakter yang merupakan implementasi dari implementasi dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dengan menitik beratkan lima nilai utama, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas.

"Nantinya guru akan mendorong siswa untuk belajar dengan berbagai metode seperti bermain peran dan dari bermacam-macam sumber belajar, bisa dari seniman, petani, ustaz, pendeta. Banyak sumber yang bisa terlibat, tetapi guru harus tetap bertanggung jawab pada aktivitas siswanya," kata Muhadjir, dikutip dari Antara.

Baca juga artikel terkait FULL DAY SCHOOL atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yuliana Ratnasari