tirto.id - Analisis Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah berpendapat pemerintah harus menggunakan istilah-istilah yang mudah dipahami masyarakat. Ia menilai kebijakan social distancing atau jaga jarak belum efektif karena persoalan bahasa.
"Harusnya presiden juga menggunakan istilah karantina saja, tidak tepat kalau social distancing. Karena UU-nya begitu. Sebut karantina sosial saja biar lebih mudah juga dipahami," ujarnya kepada tirto, Rabu (18/3/2020).
Selain penggunaan bahasa yang tidak tepat, tidak adanya penegakan berupa sanksi membuat kebijakan jaga jarak belum maksimal. Terlebih lagi, menurut Trubus, masyarakat Indonesia tipikal yang gemar berkerumun.
"Social distancing ini kan tujuannya untuk memproteksi masyarakat dari gangguan-gangguan kesehatan dan penyakit menular. Harus disosialisasikan dengan baik," ujarnya.
Selain itu, menurut Trubus, pemerintah juga belum mampu menerjemahkan istilah-istilah terkait Covid-19 ke masyarakat. Semisal, istilah suspect yang kerap dianggap pasien positif padahal status masih terduga.
"Publik itu jadi ngeri. Yang bikin panik itu sendiri ya pemerintah juga. Karena istilahnya susah dipahami," ujarnya.
Kemudahan mencerna istilah-istilah tersebut, menurutnya, hanya dimiliki masyarakat dengan daya literasi mumpuni. Sementara pada kenyataannya, tidak semua masyarakat demikian.
Oleh sebab itu, Trubus juga menyarankan agar pemerintah menerapkan protokol peran serta masyarakat (PSM). Agar penanganan dan sosialisasi Covid-19 menyentuh ke semua lapisan masyarakat di tingkat RT dan RW.
"Ini kan kebijakan top down, harus ada partisipasi publik," ujarnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri