tirto.id - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah belum tentu membatalkan program sekolah seharian (full day school). JK menegaskan, program tersebut kemungkinan akan tetap dilanjutkan karena mempunyai nilai positif. Akan tetapi mereka masih membahas lebih lanjut agar bisa sesuai saat diterapkan.
"Secara umum konsepnya itu baik, tapi perlu ada hal-hal yang menyesuaikan kondisi hari ini. Tidak drastis," ujar Jusuf Kalla di PTIK, Polri, Jakarta, Selasa (20/6/2017).
Jusuf Kalla mengatakan, mereka harus memperhatikan keadaan di lapangan karena program ini menyangkut nasib 50 juta murid. Ia mengaku, sejumlah pertimbangan perlu dilakukan agar program berjalan maksimal seperti persiapan murid, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu menilai program tersebut bisa diterapkan.
"Itu disiapin dulu baru tentu yang sudah siap silahkan jalan tapi yang belum siap nanti dikaji lah," jelas JK.
Sebelumnya, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti mengatakan bahwa perdebatan yang berlangsung soal Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 tahun 2017 hanya soal strategi, bukan substansi dari peraturan tersebut.
Secara kelembagaan, kata dia, Muhammadiyah juga menyadari bahwa banyak sekolah dan madrasah diniyah mereka akan terdampak oleh kebijakan sekolah lima hari tersebut. Namun, lantaran tujuan atau substansi dari peraturan tersebut adalah penguatan pendidikan karakter, maka Muhammadiyah mendukung penuh kebijakan tersebut.
"Kebijakan Mendikbud akan berdampak terhadap sekolah Muhammadiyah juga. Tapi karena Muhammadiyah sudah punya prinsip bahwa persoalan sekolah lima hari itu bukan persoalan substansi tapi persoalan strategi, susbtansinya pendidikan karakter, karena itu Muhammadiyah mendukung penuh kebijakan tersebut," ungkapnya di kediaman Mendikbud Muhadjir Effendy, Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2017).
Masalah strategi yang akan dilakukan agar madrasah diniyah tidak mati, menurutnya, dapat dirumuskan bersama-sama melalui serangkaian proses evaluasi setelah program tersebut berjalan.
Lantaran itulah, kata dia, seharusnya kebijakan itu diberlakukan terlebih dahulu untuk melihat seberapa efektif strategi Penguatan Pendidikan Karakter melalui Permen tersebut. Apalagi sebelumnya Kemendikbud telah menjadikan 6.000 sekolah di seluruh provinsi di Indonesia sebagai pilot project kebijakan tersebut.
"Biarlah ini berjalan dulu. Kita lihat bagaimana pelaksanaannya, karena sudah ada 6000 sekian yang sudah piloting itu. Dari piloting bisa dievaluasi," katanya.
Lagipula, lanjut Abdul, dalam Permendikbud tersebut dinyatakan bahwa penerapan kebijakan tersebut akan berjalan bertahap dan hanya akan diberlakukan di beberapa sekolah yang mampu.
Hal itu dapat dilakukan seperti penerapan kurikulum 2013 yang sehingga saat ini, prosesnya juga masih terus dikembangkan dan dievaluasi.
"Coba lihat kan dulu k13 itu strategi bukan substansi, sekarang Pak menteri tidak mengubah k13. Artinya apa k13 masih berlaku kemudian diperkuat pelaksanaannya dengan sekolah lima hari," jelasnya.
Diwawancarai terpisah, Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan bahwa Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 masih tetap berlaku hingga muncul produk hukum baru berupa Peraturan Presiden (Perpres). Karena itu, pada tahun ajaran baru nanti, peraturan tersebut akan tetap dijalankan di beberapa sekolah yang sudah dianggap layak.
"Kan Perpres itu hanya kelanjutan Permen. Jadi ditingkatkan status payung hukumnya dari peraturan menteri menjadi peraturan presiden. Dan nanti disempurnakan dan diperbaiki dengan memperhatikan aspirasi-aspirasi yang berkembang. Itu saja," ungkap Muhadjir, Selasa (20/6/2017).
Berdasarkan data Kemendikbud, sekitar 9.500 sekolah dianggap layak dan telah menerapkan kebijakan tersebut secara mandiri. Namun, untuk langkah awal, penerapan sekolah lima hari baru akan dilakukan pada 9.300 sekolah di seluruh Indonesia.
"Tahun lalu kan ada 9.500, tahun ini yang start 9.300. Target Kemendikbud semakin cepat (berkembang) semakin baik," pungkasnya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri