tirto.id - Krisis garam yang terjadi dalam sebulan terakhir ini bukan semata-mata karena gagalnya panen garam pada tahun 2016 akibat cuaca yang tidak menentu. Namun, faktor teknologi dan kurang intensnya pemerintah dalam mendampingi para penambak garam dinilai ikut andil dalam kelangkaan garam saat ini.
“Butuh pendampingan pemerintah agar mereka bisa menghasilkan garam berkualitas,” kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Abdi Suhufan, di Jakarta, seperti dikutip Antara, Minggu (30/7/2017).
Menurut dia, petambak garam rakyat di sejumlah daerah perlu dibantu dengan program pendampingan pemerintah secara intensif dalam produksi agar dapat benar-benar menghasilkan komoditas garam yang bermutu tinggi.
Baca juga: Efek Domino Krisis Garam
Abdi menyatakan, harus diakui usaha garam sangat bergantung kepada kondisi cuaca. Namun, katanyanya, sekarang ada teknologi yang dikembangkan seperti rumah prisma yang terbukti dapat meningkatkan produksi, bahkan pada saat musim hujan.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo berharap ada modifikasi atau pemanfaatan teknologi pengelolaan garam untuk menghasilkan kualitas lebih baik sekaligus mengantisipasi kelangkaan komoditas tersebut akibat kondisi cuaca.
“Kami harap pemerintah pusat bisa mencarikan solusi dengan pemanfaatan teknologi terhadap pengelolaannya," ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Kamis (27/7/2017).
Baca juga:
Sementara itu, pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan bantuan teknologi geomembran kepada petambak garam di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur pada musim produksi garam tahun 2017."Ada 15 hektare lahan tambak garam di Kecamatan Pademawu yang mendapatkan bantuan teknologi geomembran saat ini," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemkab Pamekasan Nurul Widiastutik kepada Antara per telepon, Jumat (28/7/2017).
Sedangkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong menjalin kerja sama dengan PT Garam berencana mengembangkan produksi garam dalam negeri dengan membangun pabrik baru dan melakukan revitalisasi produk garam.
Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT, Prof Eniya Listiani Dewi mengatakan pengembangan produksi garam tersebut akan dipusatkan di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur.
Eniyah mengaku sudah melakukan kontrak kerja sama dengan PT Garam dengan masing-masing kapasitas untuk revitalisasi garam sebesar lima ton per jam, dan untuk pabrik baru 10 ton per jam.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz