tirto.id - Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Ketahan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Riwantoro menyatakan pemerintah siap memberikan sanksi kepada pelaku usaha penjualan beras jika masih terus melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras.
Menurut dia, ketentuan sebagaimana dalam Permendag 57/2017, yang berlaku sejak 1 September 2017, itu mewajibkan semua pelaku usaha melakukan penjualan beras secara eceran kepada konsumen sesuai ketentuan HET beras. Riwantoro mengatakan Sanksi paling berat adalah pencabutan izin usaha.
"Penegakan hukum harus ditegakkan. Kalau tidak bisa (dijaga), bisa dijadikan objek spekulasi untuk dinaikkan," kata dia di Karawang, Jawa Barat, pada Kamis (26/10/2017) seperti dikutip Antara.
Riwantoro menyatakan hal ini saat menyosialisasikan Permendag 57 Tahun 2017 tentang Penetapan HET Beras dan Permentan 31 Tahun 2017 tentang Kelas Mutu Beras kepada ratusan para asosiasi petani, pengusaha gilingan padi dan para distributor beras di Karawang.
Menurut dia, ketentuan HET beras sudah mempertimbangkan struktur biaya yang wajar, mencakup biaya produksi, biaya distribusi, keuntungan, dan biaya lain dalam penjualan beras di tingkat eceran. Menurut Riwantoro, pelaku usaha wajib mencantumkan label medium/premium pada kemasan dan label HET beras.
Meskipun begitu, menurut Riwanto, dalam waktu dekat, Kementerian Pertanian masih berfokus terus melakukan sosialisasi terlebih dahulu terhadap ketentuan HET beras. Sebab, hingga kini belum semua daerah tahu penetapan HET beras.
Berdasarkan Permendag 51 Tahun 2017 HET beras berbeda-beda di tiap daerah. Untuk beras medium dan beras premium wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi ditetapkan sebesar Rp9.450 per kilogram dan Rp12.800 per kg.
Sementara, untuk wilayah Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera sebesar Rp9.950 per kg dan Rp13.300 per kg, sedangkan Papua dan Maluku sebesar Rp10.250 per kg dan Rp13.600 per kg.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom