tirto.id - Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Yon Arsal menyatakan pemerintah akan mengoptimalkan penarikan uang tebusan dari program pengampunan pajak (Tax Amnesty) periode tiga. Upaya itu untuk mengejar realisasi target pemasukan pajak 2017.
"Kita masih punya satu triwulan untuk optimalkan Tax Amnesty di tiga bulan pertama," kata Yon di Jakarta, pada Selasa (17/1/2017).
Menurut Yon target penerimaan pajak dalam APBN 2017, yakni Rp1.307,67 triliun, masih mungkin tercapai meski nilainya melonjak 18 persen ketimbang realisasi di 2016 yang sebesar Rp1.069 triliun.
Adapun realisasi penerimaan pajak pada 2016 hanya mencapai Rp1.069 triliun atau 81,05 persen dari target Rp1.318 triliun. Sebanyak Rp107 triliun dari pencapaian itu disumbangkan oleh tebusan dari program amnesti pajak.
Karena itu, dia menambahkan, optimalisasi uang tebusan dilakukan dengan terus melakukan sosialisasi secara efektif kepada Wajib Pajak (WP) potensial yang terdiri dari WP besar dan prominent serta pelaku usaha dengan omzet lebih dari Rp4,8 miliar. Sosialisasi terutama menyasar mereka yang belum mengikuti amnesti pajak.
Selain itu, kata Yon, DJP akan berburu potensi pajak baru dengan mengembangkan basis data para peserta Tax Amnesty periode satu dan dua.
"Kita juga optimalisasi dari pengembangan tax base pasca amnesti pajak. Sudah ada deklarasi maupun repatriasi Rp4.300 triliun. Mungkin ada aset produktif yang selama ini belum dilaporkan, dan bisa menjadi tax base baru," ujar Yon.
Upaya lainnya adalah melakukan usaha ekstra melalui penegakan hukum dari pasal 18 UU Pengampunan Pajak, terutama bagi peserta program Tax Amnesti yang ternyata tidak melaporkan harta dan aset dengan benar.
"Intinya, 2017 akan menjadi pusat kegiatan ekstra 'effort' untuk menindaklanjuti kegiatan amnesti pajak," kata Yon.
Sementara itu, jumlah pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau restitusi pada 2016 mencapai Rp101 triliun.
"Restitusi totalnya Rp101 triliun. Sebanyak 60 persen dari PPN (Pajak Pertambahan Nilai), sisanya PPh (Pajak Penghasilan)," kata Yon.
Dia mengatakan jumlah restitusi ini meningkat sekitar Rp6 triliun dari restitusi yang tercatat pada 2015, yakni sebesar Rp95 triliun.
Namun, ia memastikan pengembalian kelebihan pembayaran pajak ini dilakukan karena faktor perlambatan ekonomi yang salah satunya ikut mengganggu kinerja sektor industri manufaktur.
"Restitusi lebih banyak karena faktor ekonomi, misalnya, impor barang pakai PPN, dia bayar PPN impor lalu tidak berproduksi seperti yang diharapkan, maka keluarannya tidak ada dan dia restitusi," ujar Yon.
Yon menambahkan faktor perlambatan ekonomi itu ikut memengaruhi sektor lain yang selama ini konsisten menyumbang penerimaan pajak yaitu pertambangan, perdagangan, konstruksi dan real estat serta keuangan.
"Yang tumbuh signifikan adalah jasa telekomunikasi dan keuangan, tapi itu objeknya tidak terlalu banyak. Untuk pengolahan, pertambangan, penggalian dan kimia mengalami penurunan. Jadi PPN-nya masih restitusi," jelasnya.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom