tirto.id - Pemerintah tengah menggodok wacana sertifikasi khatib atau penceramah shalat Jumat. Wacana muncul karena selama ini beberapa masjid menyampaikan khutbah yang justru memicu perpecahan umat Islam dan isi ceramah yang kontradiktif dengan nilai ke-Islaman itu sendiri.
Namun Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin membantah bahwa ide sertifikasi khatib itu berasal dari pemerintah. Menurutnya, ide itu murni berasal dari aspirasi masyarakat.
"Pemerintah melalui Kemenag hanya memfasilitasi saja aspirasi yang berkembang," dalih Lukman seperti dikutip Antara, Senin (30/1/2017).
Menurut Menag, wewenang standarisasi khatib kepada para ulama yang ada di organisasi kemasyarakatan Islam, sedangkan pemerintah hanya akan berfungsi sebagai fasilitator. Untuk menetapkan sertifikasi khatib nanti akan ditentukan oleh ormas Islam.
"Siapa yang akan mengeluarkan standar itu? Itu bukan domain kami, itu domain ormas. Sertifikasi itu bukan ide murni saya malah justru mereka yang meminta adanya penataan dan pembinaan," ujarnya.
Dengan sertifikasi itu, ujar Menteri Lukman, pemerintah tidak berarti melarang masyarakat beribadah, termasuk melarang seseorang boleh berceramah atau tidak.
"Pemerintah tidak mengatakan yang tidak bersertifikat atau berstandar kemudian tidak boleh khutbah. Pemerintah tidak punya domain melarang-larang itu. Itu hak masyarakat itu sendiri dan takmir-takmir masjid," jelasnya.
Menteri Lukman berujar, substansi khutbah Jumat mencakup banyak hal sesuai rukun khutbah seperti mengajak jamaah untuk meningkatkan ketaqwaannya, memberi nasihat dan mengajak kepada kebaikan.
Akan tetapi, kata dia terkadang ada beberapa khatib yang lupa sehingga dalam khutbahnya justru mengejek, membanding-bandingkan dan isi ceramah lainnya yang justru menyampaikan pesan bertolak belakang dengan upaya menasihati pada kebaikan.
Sebaiknya, kata dia ceramah Jumat dilakukan dengan pendekatan promotif bukan konfrontatif. Hal itu seiring dengan prinsip kemajemukan Indonesia dan tidak menimbulkan perpecahan.
"Kementerian Agama dan pemerintah mengingatkan agar khutbah disampaikan tidak konfrontatif," kata dia.
Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR RI Desy Ratnasari mengatakan sertifikasi khatib bisa diartikan sebagai hal yang berlebihan jika diberlakukan.
"Perlakuan harus untuk seluruh agama. Jangan sampai itu tidak bermanfaat," kata Desy.
Dia berpendapat jika sertifikasi khatib itu akan berdampak pada prinsip keadilan karena hanya menyasar para pemuka agama Islam saja.
Lain halnya dengan Ketua Komisi VIII Ali Taher. Ia menyampaikan wacana sertifikasi khatib shalat Jumat tidak diajukan di waktu yang tepat. "Untuk peningkatan kompetensi dan kualitas, saya rasa bagus. Tapi momentumnya saya kira kurang pas," kata Ali.