tirto.id - Peneliti cum dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan pengenaan tarif impor bawang putih yang masuk ke Indonesia. Dwi menambahkan, langkah ini bisa dilakukan bilamana pemerintah serius ingin menambah pasokan bawang putih yang benar-benar bersumber dari dalam negeri.
“Sebenarnya kalau pemerintah mau mendorong produksi bawang putih bisa bermain di tarif impor. Persoalannya berani apa enggak mengenakan tarif impor di atas 100 persen untuk bawang putih,” ucap Dwi saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (22/4/2019).
“Kalau enggak ya sudahlah jangan berharap terlalu besar. Lebih baik energi dan uang kita fokuskan pada hal lainnya,” tambah Dwi.
Dwi mengatakan, saat ini produksi bawang putih di Indonesia akan sulit bersaing secara langsung bila disandingkan dengan hasil pertanian Cina. Sebab, produktivitas negara Tirai Bambu itu jauh lebih tinggi dibanding Indonesia.
“Kalau ada tarif, produksi petani bisa bergairah,” ucap Dwi.
Menurut Dwi, saat ini petani Indonesia cenderung lebih tertarik menanam kentang dibanding bawang putih. Salah satu perkaranya adalah harga yang tidak terlalu menguntungkan bagi petani.
“Bawang putih tidak akan bersaing seperti itu. Kalau petani bisa memilih ya enggak akan tanam bawang putih,” ucap Dwi.
Di sisi lain, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menilai persoalan produksi ini menjadi pelik lantaran pemerintah tak banyak berperan dalam menggenjot investasi di sektor pertanian.
Rusli mengatakan, investasi di sektor ini sering terganjal oleh tingginya suku bunga bank karena menganggap sektor ini berisiko tinggi.
“Ada problem sektor pertanian kalau mau inves risikonya tinggi jadi suku bunganya tinggi juga,” ucap Rusli saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (22/4).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto