tirto.id - Peneliti cum dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso menilai, Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bawang putih melalui produksi dalam negeri. Untuk itu, ia menyimpulkan impor bawang putih yang belum lama ini disepakati pemerintah memang tak dapat ditahan.
Pertimbangannya, Dwi menilai Kementerian Pertanian belum mampu meningkatkan produksi bawang putih dalam negeri. Hal itu mencangkup kebijakan wajib tanam 5 persen dari total rekomendasi impor. Menurut Dwi, langkah ini tak banyak memberi dampak lantaran produktivitasnya masih sangat rendah.
“Kalau Kementan bilang mulai produksi mana barangnya. Yang 5 persen wajib tanam itu enggak berjalan dengan baik. Tingkat produktivitasnya rendah. Jadi ya tidak ada tambahan produksi dalam negeri,” ucap Dwi saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (22/4/2019).
“Enggak mungkin bisa ditahan impor bawang putih ini,” tambah Dwi.
Dwi mengatakan, kesulitan para importir untuk menanam bawang ini memang cukup beralasan. Sebab, mereka umumnya memiliki bisnis yang fokus pada perdagangan ketimbang pertanian itu sendiri.
Di sisi lain, ia juga menyoroti sulitnya melakukan penanaman bawang putih yang notabene membutuhkan dataran tinggi. Namun, kenyataannya, Dwi mengatakan areal tanam kini semakin sempit bahkan sudah cukup padat lantaran harus bersaing dengan komoditas pangan lainnya.
Alhasil, ia meminta pemerintah realistis bila ingin meningkatkan produksi dalam negeri.
“Gini sajalah kita harus realistis. Kewajiban menanam 5 persen tapi bisa dibayangkan importir pekerjaan sehari-harinya kan impor. Lalu dataran tinggi itu kan bukan tanah kosong. Sudah sesak penuh dengan tanaman-tanaman lain,” ucap Dwi.
Untuk diketahui, selama 2017-2021 saja, produksi bawang putih bertengger di angka sekitar 19-20 ribu ton per tahunnya. Padahal konsumsi bawang putih diperkirakan terus meningkat dari 480 hingga 560 ribu ton. Alhasil ada defisit sekitar 480-550 ribu ton hingga 2021.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto