tirto.id - Penggerudukan kantor surat kabar Radar Bogorpada Rabu (30/5) oleh sejumlah kader PDIP mendapat pembelaan dari elite partai berlambang banteng moncong putih itu. Penggerudukan itu dinilai wajar karena Radar Bogor telah menyakiti kader PDIP lewat pemberitaan memojokkan Megawati Sukarnoputri
“Ibu Megawati Sukarnoputri bagi PDIP bukan sekadar ketum. Kami ada ikatan emosional dengan ibu ketua umum, itu ibu kami. Kalau ibu kami itu dihina dan dilecehkan, kira-kira apa yang terjadi pada kau?,” kata Sekretaris Fraksi DPP PDIP Bambang Wuryanto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (31/5/2018).
Bambang mengatakan seandainya headline atau judul utama “Ongkang-Ongkang Kaki Dapat Rp 112 Juta” yang dimuat Radar Bogor pada Rabu, (30/5/2018) beredar di Jawa Tengah, konsekuensi yang diterima harian Jawa Pos Group itu mungkin jauh lebih serius.
“Kalau Radar Bogor memberitakan kayak gitu di Jawa Tengah, saya khawatir itu kantornya rata dengan tanah,” kata Bambang.
Bambang menyatakan pemberitaan tersebut merupakan sebuah penghinaan besar terhadap Megawati lantaran tidak sesuai dengan fakta yang ada. Menurutnya, Megawati tidak pernah bersedia menerima dan meminta gaji sebagai ketua dewan pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). “Tanya dulu dong! Sampai hari ini sepeser pun enggak terima. Kalau toh seperti itu pun itu diceritakan. Gaji Rp 5 juta, ini ini, kebijakan presiden setelah dengan menteri. Kalau pemberitaan kayak gitu kan (Radar Bogor) menyusahkan kami,” kata Bambang.
Politikus PDIP Artheria Dahlan mengatakan DPP PDIP tidak pernah menginstruksikan kadernya untuk menggeruduk kantor Radar Bogor. “Kami sama sekali tidak pernah mengetahui ada peristiwa itu, kami baru tau dari pemberitaan media makannya kami ingin menggali fakta lebih jauh ya,” ujar Artheria di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (31/5).
Saat ini, kata Artheria, DPP PDIP sudah meminta keterangan dari kader PDIP Bogor. Namun, ia belum bisa memastikan apakah kader-kader tersebut akan diberi sanksi partai atau tidak. “Ya kami belum tahu ini bagaimana fakta hukumnya, kemudian sampai kejadian itu terjadi, kan tidak mungkin kejadian itu tanpa sebab tanpa alasan gitu,” kata Artheria.
Artheria menyatakan PDIP menempuh jalur hukum atas pemberitaan Radar Bogor. "PDIP partai yang matang dan sangat dewasa tentunya segala sesuatu kami hormati dan taat hukum, biarlah hukum sedang bekerja ini berjalan, internal kami melakukan proses hukum," kata Artheria.
Ketua Dewan Perwakilan Cabang PDIP Kota Bogor Dadang Iskandar Danubrata merasa tindakan yang dilakukan oleh kadernya bukan perbuatan yang keliru. “Yang mereka lakukan mereka wajar. Dan itu tidak melakukan aksi yang gila-gilaan, bakar-bakaran atau gebukin orang dan sebagainya. Mungkin orang kaget saja dengan karakter pendukung PDIP,” kata Dadang pada Tirto.
Menurut Dadang, kedatangan kader PDIP bukan untuk memancing keributan atau mencari masalah, tetapi hanya melakukan klarifikasi. Dadang mengaku, setelah pihak Radar Bogor mengakui kesalahan, maka kader PDIP yang ada di lokasi langsung menarik diri. “Tapi karena dilakukan ramai-ramai kesannya menggeruduk lah. Sebetulnya apa yang kami lakukan pun hanya bertanya kok. Setelah itu mereka pulang. Itu kan hal yang sangat wajar,” kata Dadang.
Dadang mengklaim kader PDIP sama sekali tidak melakukan perusakan dan pemukulan saat penggerudukan terjadi. Dadang menjelaskan, kader PDIP sudah dibatasi agar tidak menyerang sebelum diserang terlebih dahulu. Persoalannya keterangan Dadang berbeda dengan yang disampaikan Pemimpin Redaksi Radar Bogor Tegar Bagja. Tegar menyatakan terjadi pemukulan terhadap satu orang staf dan perusakan properti milik mereka saat kader PDIP menggeruduk kantor mereka.
Bukan kali ini saja PDIP menyerang kantor media massa. Juli 2014 mereka juga menyegel kantor Tv One di Yogyakarta dan mendatangi kantor Tv One di Jakarta Timur. Massa marah karena Tv One dalam tayangan Apa Kabar Indonesia Pagi edisi 30 Juni 2014 dan Berita Pemilu pada 2 Juli 2014 mengaitkan PDIP dengan Partai Komunis Cina.
Kasus ini selesai setelah Dewan Pers turun tangan. Dewan Pers memvonis Tv One melanggar Kode Etik Jurnalistik dan diminta minta maaf kepada pemirsa.
Polisi Harus Usut
Direktur LBH Pers, Nawawi Bahrudin mengecam keras penggerudukan kantor Radar Bogor. Menurutnya penggerudukan disertai pemukulan dan perusakan itu melanggar Undang-Undang Pers dan membahayakan demokrasi.
"Hal tersebut merupakan pelanggaran hukum yang dapat dikategorikan perbuatan pidana yang sangat mengancam demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia," kata Nawawi melalui keterangan tertulis, Kamis (31/5/2018).
Nawawi mengatakan penggerudukan tersebut bisa dijerat tiga pasal pidana. Pertama, Pasal 170 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara lima tahun enam bulan. Kedua, penganiayaan sebagaimana dalam Pasal 351 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Ketiga, perusakan alat-alat kantor merupakan pelanggaran Pasal 406 ayat 1 dengan ancaman pidana penjara dua tahun delapan bulan.
"Ketiga Pasal di atas merupakan delik umum, sehingga pihak kepolisian bisa aktif melakukan proses hukum tanpa harus menunggu adanya pengaduan dari korban," kata Nawawi.
Selain itu, kata Nawawi tindakan tersebut juga dapat dijerat dengan UU Pers Pasal 18 ayat 1 yang menyatakan, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
"Seharusnya PDIP bisa melalui prosedur hak jawab sebagaimana yang sudah diatur di dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 5 kalau merasa dirugikan," kata Nawawi.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Jay Akbar