Menuju konten utama

Pemain PSIM Hisyam Tolle Dilaporkan Jurnalis ke Polda DIY

Budi Jurnalis Goal Indonesai mengatakan, Tolle sempat mendorongnya sampai jatuh saat minta foto-fotonya dihapus.

Pemain PSIM Hisyam Tolle Dilaporkan Jurnalis ke Polda DIY
Pesepak bola PS Tira Angga Febriyanto (kanan) berebut bola dengan pesepak bola PSIM Yogyakarta Nanda Bagus Nugroho (kiri) saat laga babak 64 besar Piala Indonesia di Stadion Sultan Agung, Bantul, DI Yogyakarta, Selasa (11/12/2018). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

tirto.id - Jurnalis Goal Indonesia, Budi Cahyana melaporkan pemain PSIM Yogyakarta, Achmad Hisyam Tolle karena intimidasi saat klub itu melawan Persis Solo di laga Liga 2, Senin (21/10/2019).

Budi mengatakan, Tolle sempat mendorongnya sampai jatuh saat minta foto-fotonya dihapus.

"Saya diminta Tolle secara paksa untuk hapus fotonya. Waktu itu dia lagi ditenangkan temannya di dekat ruang ganti. Saya potret karena momen bagus. Tidak tahunya dia mengintimidasi saya," ujar dia usai jalani pemeriksaan di Polda D.I. Yogyakarta, Rabu (23/10/2019).

Dalam laporan itu, ia melampirkan enam lembar gambar yang memperlihatkan Budi didorong Tolle hingga terjatuh. Ia tak mengalami kekerasan secara fisik, sehingga tak ada bukti berupa visum dari dokter.

Foto itu, kata dia, berasal dari wartawan yang kebetulan berada di sekitar lokasi. Budi juga bilang, foto-fotonya yang dihapus Tolle akan diupayakan untuk terbaca lagi.

Terkait penggunaan pasal dalam laporan, ia disarankan polisi untuk pakai Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tak menyenangkan bukan UU Pers.

"Tadi sebelum diperiksa kan konsultasi dengan polisi. Tidak ke bidang khusus (Ditreskrimsus), tapi ke bidang umum (Ditreskrimum). Pasalnya (yang dikenakan ke Tolle) perbuatan tak menyenangkan. Tapi nanti kata penyidik bisa juncto pasal di UU Pers," kata dia.

Dalam laga PSIM kontra Persis Solo, jurnalis lain juga jadi korban pemukulan suporter. Guntur Aga Putra, pewarta foto Jawa Pos Radar Jogja, juga telah melaporkan penganiayaan ke Polda DIY, hari ini.

Terkait kekerasan terhadap dua jurnalis ini, Ketua AJI Yogyakarta Tommy Apriando, mengatakan bahwa tindakan kekerasan terhadap jurnalis telah menghalangi hak publik untuk memperoleh berita akurat dan benar karena jurnalis tidak bisa bekerja dengan leluasa di lapangan.

“Jurnalis itu bekerja untuk kepentingan publik,” tegas Tommy.

Selain itu, bagi Tommy, tindakan para suporter ini menunjukkan betapa tidak pahamnya mereka terhadap aturan hukum.

Kekerasan para suporter terhadap Guntur ini jelas melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis adalah perbuatan melawan hukum dan mengancam kebebasan pers.

Selain itu, juga dijelaskan bahwa kegiatan jurnalistik meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah hingga menyampaikan informasi yang didapat kepada publik.

Pasal 8 UU Pers juga jelas menyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya, jurnalis dilindungi hukum.

Pers memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial. Maka, ancaman bagi pelanggarnya pun tak main-main, hukuman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta.

Para pelaku pemukulan ini mestinya tak main hakim sendiri dan belajar lagi soal hukum yang melindungi kerja jurnalis.

Semestinya tidak boleh ada upaya menghalangi kerja-kerja jurnalis. Apabila terjadi kesalahan pemberitaan, ada mekanisme aduan jurnalis ke media tempatnya bernaung atau pun melaporkan ke Dewan Pers. AJI Yogyakarta juga mendesak polisi agar mengusut tuntas pelaku kekerasan.

Walau kerja jurnalis dilindungi dan dijamin undang-undang, AJI Yogyakarta menghimbau setiap jurnalis menaati kode etik jurnalistik dan bekerja secara profesional.

Selain itu, pemimpin redaksi dan perusahaan media seharusnya memperhatikan keselamatan dan keamanan jurnalisnya, terutama ketika meliput ke daerah berpotensi konflik dan mengancam kerja jurnalistik serta mengancam reporternya.

AJI Yogyakarta mendorong agar perusahaan media tempat Guntur bekerja mendampingi pelaporan ke pihak kepolisian. Tren kekerasan terhadap jurnalis terus meningkat, namun sedikit yang diselesaikan secara hukum.

Kekerasan terhadap jurnalis oleh suporter sepakbola di Yogyakarta sebelumnya pernah terjadi dan tidak tuntas ditangani melalui proses hukum. Buruknya penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis oleh suporter sepakbola menjadi preseden buruk.

Baca juga artikel terkait LIGA 2 2019 atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Reporter: Zakki Amali
Penulis: Zakki Amali
Editor: Irwan Syambudi