Menuju konten utama

Pelaku Jasa Perhotelan Timika Terkena Dampak Krisis Freeport

Para pelaku usaha jasa perhotelan di Kota Timika, Papua kini mulai merasakan dampak dari krisis yang menimpa PT Freeport Indonesia, karena turunnya tingkat hunian hotel di daerah tersebut.

Pelaku Jasa Perhotelan Timika Terkena Dampak Krisis Freeport
Freeport di Mimika, Papua. Foto/ANTARA/Muhammad Adimaja

tirto.id - Krisis yang menimpa PT Freeport Indonesia mulai berimbas pada para pelaku usaha jasa perhotelan di Kota Timika, Papua karena turunnya tingkat hunian hotel di daerah tersebut.

Manajer Hotel Noken Timika Wisnu Aji, Senin (20/3/2017), mengatakan tingkat hunian hotel-hotel di Kota Timika kini menurun drastis hingga 30 persen.

Jika krisis yang menimpa PT Freeport Indonesia terus berlanjut, maka bisa dipastikan sebagian usaha perhotelan di Timika bisa gulung tikar.

"Tingkat hunian di Hotel Noken Timika biasanya 60 sampai 70 persen. Tapi mulai pertengahan Februari, menurun jauh sampai 30 persen. Gonjang-ganjing yang terjadi di PT Freeport sangat mempengaruhi usaha perhotelan," kata Wisnu, seperti diberitakan Antara.

Wisnu mengatakan tamu yang menginap di Hotel Noken Timika selama ini sebagian besar merupakan karyawan PT Freeport maupun karyawan perusahaan-perusahaan subkontraktornya.

Pengelola hotel yang beralamat di Jalan Cenderawasih Timika itu memberikan potongan harga khusus bagi karyawan-karyawan yang bekerja di PT Freeport maupun perusahaan-perusahaan subkontraktornya.

"Kondisi seperti ini bukan hanya kami yang merasakan tapi mungkin semua hotel di Timika. Kalau periode Desember-awal Januari biasanya tamu hotel berkurang karena mereka pada pulang liburan ke daerah asal. Nanti agak ramai lagi mulai pertengahan Januari. Tapi begitu masuk Februari terjadi gejolak di Freeport dimana imbasnya sangat berat buat kami," kata Wisnu.

Hotel Noken Timika kini memiliki 58 kamar, terdiri atas dua kamar the lux room, delapan kamar superior room dan sisanya kamar standar. Tarif menginap di Hotel Noken Timika bervariasi mulai dari Rp400 ribu per malam.

Wisnu menyoroti kurangnya peran serta Pemkab Mimika maupun organisasi PHRI serta ASITA di Timika yang masih sangat lemah guna mendorong pertumbuhan bisnis atau usaha perhotelan di wilayah itu.

Menurut dia, pelaku usaha perhotelan di Timika selama ini terkesan jalan sendiri, tanpa pernah ada dukungan riil dari pemerintah daerah setempat.

"Selama delapan tahun kami membuka usaha perhotelan di Timika, belum ada pernah ada kegiatan pembinaan dari pemerintah daerah. Terkesan selama ini kami jalan sendiri-sendiri alias cari hidup masing-masing. Kalau mau jujur, Pemkab Mimika hanya berkepentingan dengan perhotelan saat menarik pajak saja, di luar itu sama sekali tidak ada," kata Wisnu.

Kalangan perhotelan di Timika mengharapkan Pemkab setempat membuka seluas-luasnya akses dan informasi tentang potensi pariwisata di Kabupaten Mimika mengingat ada banyak potensi alam di wilayah itu yang bisa dijual ke luar untuk menarik arus kunjungan wisatawan.

"Timika itu tidak hanya soal PT Freeport Indonesia dengan pertambangannya yang sudah dikenal sampai ke manca negara. Masih ada banyak potensi wisata andalan Mimika seperti Puncak Cartensz, Taman Nasional Lorentz yang kaya vegetasi hutan bakau dan berbagai macam satwa langkanya. Belum lagi wisata bahari di sepanjang pesisir Mimika dengan keindahan pasir putihnya yang tidak kalah dengan daerah lain serta seni budaya masyarakat Amungme dan Kamoro yang unik," tutur Wisnu.

Wisnu berharap Pemkab Mimika melalui instansi terkait ke depan dapat membuat paket-paket wisata ke lokasi-lokasi wisata andalan itu untuk dijual ke luar sekaligus menata potensi-potensi wisata yang ada bekerja sama dengan semua pihak, termasuk perhotelan.

Baca juga artikel terkait KASUS FREEPORT atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Bisnis
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri