Menuju konten utama

PBNU: Politik Uang dan Eksploitasi Isu SARA adalah Kejahatan

"Keduanya (politik uang dan kampanye dengan eksploitasi isu SARA) adalah bentuk kejahatan yang terbukti bukan hanya menodai demokrasi, tetapi mengancam Pancasila dan NKRI," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj

PBNU: Politik Uang dan Eksploitasi Isu SARA adalah Kejahatan
Ketua Umum PBNU K.H. Said Aqil Siroj (kedua dari kiri) saat memberi keterangan pers di gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (20/11/2017). tirto.id/Ivan Aulia Ahsan.

tirto.id - Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyatakan organisasinya menilai selama ini ada dua hal utama yang merusak demokrasi di Indonesia dan memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan semua elemen bangsa. Ia menyatakan demikian karena Indonesia akan segera menghadapi tahun politik, yakni pada 2018 dan 2019.

Keduanya, menurut Said, ialah maraknya politik uang dan eksploitasi isu Suku, Agama, Ras, dan antargolongan (SARA) dalam proses kontestasi untuk memenangkan pemilihan.

"Keduanya (politik uang dan kampanye dengan eksploitasi isu SARA) adalah bentuk kejahatan yang terbukti bukan hanya menodai demokrasi, tetapi mengancam Pancasila dan NKRI," kata Said dalam Muhasabah 2017 dan Resolusi 2018 PBNU di Jakarta, pada Rabu (3/1/2018).

Said menjelaskan politik uang selama ini merusak legitimasi demokrasi. Sedangkan politik SARA merusak kesatuan sosial melalui sentimen primordial yang mengoyak anyaman kebangsaan.

"Pilkada DKI 2017 masih menyisakan noktah hitam bahwa perebutan kekuasaan politik dapat menghalalkan segala cara yang merusak demokrasi dan menggerogoti pilar-pilar NKRI," kata Said.

Becermin dari kasus Pilkada DKI, Said melanjutkan, kontestasi politik dapat mengganggu kohesi sosial akibat penggunaan sentimen SARA, penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian. Kondisi ini semakin parah karena masifnya penggunaan internet dan media sosial.

"PBNU mengimbau warganet agar bijak dan arif menggunakan teknologi internet sebagai sarana menyebarkan pesan-pesan kebaikan dan perdamaian, bukan fasilitas untuk menjalankan kejahatan dan merancang permusuhan," kata Said.

Pengalaman Pilkada DKI, menurut dia, juga harus menjadi bahan refleksi. Said menegaskan demokrasi di Indonesia harus memiliki filter yang mencegah kemunculan ekses-ekses negatif melalui literasi sosial dan penegakan hukum.

Karena itu, Said mengatakan masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam penyelenggaraan demokrasi yang sehat tanpa politik uang dan ekploitasi isu SARA. Aparat penegak hukum, menurut dia, harus tegas dalam penegakan hukum terkait kejahatan politik uang dan penggunaan sentimen SARA.

"Ini penting karena pada tahun 2018 dan 2019, Indonesia akan memasuki tahun-tahun politik. Tahun 2018 akan digelar pilkada serentak di 171 daerah. Tahun 2019 akan digelar hajatan akbar, yaitu Pilpres dan Pileg serentak," kata dia.

Menurut Said, PBNU tetap menilai bahwa demokrasi merupakan pilihan yang terbaik bagi Indonesia sebagai sistem penyelenggaraan kehidupan berbangsa yang majemuk.

"Kelembagaan demokrasi telah berjalan dan sampai ke titik yang tak bisa mundur lagi," kata Said.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019

tirto.id - Politik
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom