tirto.id - Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj optimistis pemerintah akan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang membatalkan kebijakan Full Day School (sekolah 8 jam sehari). Kebijakan itu semula sudah diatur Permendikbud No. 23 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
"Saya kira perpres akan membatalkan (kebijakan Full Day School),” kata Said usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, pada Selasa (11/7/2017) seperti dikutip Antara.
Said melanjutkan, “Kalau jawabannya optional (Full Day School tak wajib), sekarang juga optional. Artinya silakan saja lima hari, sekarang sudah jalan, ada sekolah yang lima hari sekarang ini.”
Menurut Said pemberlakuan aturan formal, yang mewajibkan sekolah menggelar jadwal belajar selama 8 jam sehari, bisa membawa dampak negatif yang luas.
“Tidak usah diformalkan dalam peraturan karena dampaknya bisanya ke mana-mana," ujar dia.
PBNU selama ini bersikap keras menolak Permen No. 23 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter yang mengatur jam belajar sekolah selama 8 jam sehari. Banyak kalangan, termasuk PBNU, menuding regulasi itu sama saja mewajibkan semua sekolah menggelar Full Day School.
Menurut Said, Presiden Joko Widodo memaklumi alasan PBNU menolak regulasi bentukan Kemendikbud era Menteri Muhadjir Effendy tersebut. Karena itu, Said optimistis Presiden Jokowi akan memutuskan isi Perpres baru terkait isu ini akan membatalkan ketentuan terkait Full Day School di Permen No. 23 Tahun 2017.
"Presiden memahami betul, memahami betul, karena bayangkan, ulama-ulama akan tersinggung dan akan marah kalau Full Day School dilaksanakan," kata Said.
PBNU menolak aturan ini karena bisa mengganggu kegiatan belajar para santri di pesantren dan madrasah diniyah. Said menegaskan polemik mengenai aturan Full Day School bukan persoalan konflik antara NU dan Muhammadiyah. Isu itu sempat merebak sebab Menteri Muhadjir merupakan kader Muhammadiyah.
"Saya tadi menyampaikan salam dari para kyai-kyai pesantren (kepada Presiden) yang semua menolak sekolah lima hari karena nanti sekolah agama yang dimulai setelah dzuhur tergusur,” kata Said.
Dia menambahkan, “Madrasah-madrasah yang jumlahnya 76 ribu di seluruh Indonesia milik NU yang dibangun masyarakat akan tergusur."
Said khawatir tradisi pembelajaran di madrasah diniyah bisa hilang bila semua sekolah formal menerapkan sistem jam belajar Full Day School.
"Apabila pertimbangannya untuk pembentukan karakter anak-anak, sekarang sudah berjalan. Karakter mereka telah terbentuk lewat madrasah-madrasah dan pesantren. Justru yang kita khawatirkan, (siswa) malah mudah jadi radikal bila tanpa madrasah," kata Said.
Hingga kini, Perpres tentang Pendidikan Karakter belum diterbitkan. Padahal, ketentuan dalam Permen No. 23 Tahun 2017 dinyatakan mulai berlaku sejak tahun ajaran baru 2017/2018.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom