tirto.id - Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) siap memantau dan membantu pengungsian dari daerah kantung yang dikuasai gerilyawan di kota Aleppo, Suriah.
Hal itu disampaikan oleh seorang penasehat senior utusan khusus PBB untuk Suriah pada Kamis (15/12/2016) waktu setempat. "Kami sungguh berharap hari ini kami dapat memulai upaya pengungsian yang terakhir dan berhasil dari kota bermasalah tersebut," kata Jan Egeland kepada pers di Jenewa, setelah pertemuan mingguan satuan tugas kemanusiaan.
"Kami akan berbuat sekuat yang dapat kami lakukan untuk berada dekat dan bersama dengan dan untuk mereka yang diungsikan," ia menambahkan.
Menurut diplomat tersebut, pendekatan tiga-arah diharapkan dapat diterapkan supaya upaya pengungsian medis orang yang cedera dan sakit serta pengungsian warga sipil yang rentan dan petempur oposisi dapat terlaksana.
Meskipun diundang untuk memantau operasi itu, PBB bukan bagian dari kesepakatan pengungsian tersebut, yang merupakan hasil dari perundingan langsung antara semua pihak dalam konflik tersebut.
Egeland mengatakan kebanyakan pengungsi diperkirakan pergi ke daerah yang dikuasai oposisi, Idlib, seperti dilaporkan oleh Xinhua. Sejumlah pengungsi juga mungkin pergi ke negara tetangga Suriah, Turki.
"Kami siap menemani mereka yang akan diungsikan bukan hanya dari Aleppo Timur tapi juga sampai ke Idlib [...] Itu akan menjadi tujuan sebagian besar orang yang mengungsi," katanya.
Aleppo, yang pernah menjadi pusat komersial Suriah, telah terpecah menjadi dua sejak 2012 --bagian barat di bawah kendali pemerintah dan wilayah di bagian timur dikuasai gerilyawan.
Beberapa bus yang membawa gerilyawan mulai meninggalkan Aleppo Timur pada Kamis sore, sebagai bagian dari kesepakatan untuk mengungsikan semua gerilyawan dari Kota Aleppo di Suriah Utara, kata stasiun televisi negara.
Bus pemerintah yang berwarna hijau mulai meninggalkan beberapa sisa daerah yang dikuasai gerilyawan di bagian tenggara Kota Aleppo, sebagai bagian dari kesepakatan yang dicapai belum lama ini antara Turki dan Rusia bagi pengungsian gerilyawan dan keluarga mereka dari sisa kubu terakhir mereka di Aleppo Timur, kata laporan tersebut.
Tindakan itu diawasi semata-mata oleh Komite Palang Merah Internasional, tanpa kehadiran staf PBB, kata stasiun televisi tersebut.
Beberapa bus bergerak melewati Jalan Ramouseh, jalan utama pemerintah ke dalam Kota Aleppo, sebab jalan internasional telah lama ditutup karena kekuasaan gerilyawan atas beberapa bagiannya.
Beberapa ambulans yang membawa orang sakit dan cedera juga terlihat meninggalkan kota itu bersama bus yang membawa pengungsi.
Pemerintah Rusia dan Suriah mengaku bertanggung-jawab dalam menjamin keamanan rombongan gerilyawan ke luar Aleppo.
Beberaba bus bergerak menuju daerah yang dikuasai gerilyawan di pinggiran barat-daya Aleppo.
Sebanyak 15.000 orang, termasuk 4.000 gerilyawan, direncanakan mengungsi pada Jumat, sebagai bagian dari kesepakatan Rusia-Turki.
Menurut kesepakatan itu, gerilyawan harus menyerahkan senjata mereka, kecuali senjata milik pribadi.
Stasiun televisi tersebut mengatakan militer Suriah telah menyita banyak senjata di Aleppo Timur, termasuk dua juta bom mortir, 2.000 rudal Grad dan senjata berat lain.
Kesepakatan itu menetapkan bahwa kedua pihak mesti mematuhi gencatan senjata selama pengungsian berlangsung.
Sebagai imbalan bagi pengungsian di Aleppo Timur tersebut, gerilyawan di Provinsi Idlib di bagian barat-laut Suriah akan mengizinkan warga sipil meninggalkan Kota Kecil Syiah Kafraya dan Foa, yang terkepung.
Bus yang membawa warga dari kedua kota kecil itu sudah mulai meninggalkan Idlib berbarengan dengan kepergian gerilyawan dari Aleppo.
Dengan pengungsian tersebut, militer Suriah akan mengambil-alih seluruh Kota Aleppo, sebab militer Damaskus sudah menguasai 99 persen daerah yang dikuasai gerilyawan di bagian timur kota itu.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara